Ekonomika Pancasila: Menyoal Investasi Asing

Rabu 20 Agu 2025, 07:18 WIB
Ekonomika Pancasila. (Sumber: Poskota)

Ekonomika Pancasila. (Sumber: Poskota)

Tan Malaka (1945) jauh hari sudah menulis, "jika kita tak mampu menangkap motif investasi, sesungguhnya percuma merdeka." Sebab bagi Tan, kemerdekaan itu bermakna kedaulatan penuh di ipoleksosbudhankam dan aturan di bawahnya.

Begitu pula fatwa Sjahrir. Ia berkata, "kemanusiaan di kita itu segalanya. Sosialisme kita menjiwai keadilan, memastikan persatuan dan jadi tulang punggung ekonomi-politik. Maka kapital itu belakangan. Jika kapital datang untuk melenyapkan sosialisme, kita akan taruh di selokan." Bung Hatta pun sebangun. Katanya, "urusan ekonomi kita itu bersendi ketuhanan dan kemanusiaan menjadi keindonesiaan. Tak ada pembangunan(isme) yang memuja kapitalisme. Investasi asing itu komplementer saja."

Kini pikiran dan nasehat itu hilang, dihilangkan dan diganti dengan kurikulum negara syorga investasi. Semua presiden dan kabinetnya pro investasi. Bahkan caprespun janjinya akan mendatangkan investor. Mereka berkata, "ini zaman modern, kalian yang kaya cukup bawa uang. Kami beri judul investasi. Kami pastikan semua jalan sendiri." Res-beres, kata orang Madura.

Baca Juga: Ekonomika Pancasila: Restrukturisasi dan Redistribusi Aset

Kita lihat urusan lahan, mudah. Urusan waktu, gampang. Urusan izin, bisa diatur. Kami buatkan payung hukumnya, aturannya, undang-undangnya, perangkatnya, pelaksananya bahkan pengamanan proyeknya. Kami buat komplit satu paket. Serdadu, polisi, birokrasi siap sukseskan program itu. Investor tinggal duduk manis, datang, piknik dan disambut gemerlap berkarpet merah kebesaran.

Dalam kasus Rempang, kita lihat meskipun proyeknya memiliki potensi investasi Rp 318 triliun hingga 2080 dan sedikit lapangan pekerjaan buat warganegara, tetapi investor meminta pembersihan lahan sehingga rakyat tergusur, terusir, ditangkap, disiksa dan diadu-domba. Puluhan korban serta ada yang hilang nyawa.

Padahal, apapun bentuk investasi (apalagi investasi asing), tujuan utamanya adalah kemaslahatan dan kebahagiaan warganegara karena ada peluang untuk meningkatkan kesejahteraannya dan mendapatkan pekerjaan layak khususnya di sekitar destinasi dari investasi itu sendiri. Dus, warganegara tak boleh menjadi korban. Apalagi dicerabut dari lingkungannya. Sebaliknya mereka harus jadi subjek utama pembangunan tersebut.

Dus, investor dan investasi pembangunan di manapun dan kapan pun harus selalu berdasar pada Pancasila dan Pembukaan Konstitusi (melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia). Tanpa itu, jangan pernah beri ruang investor berinvestasi mengatur negeri, menyuruh-nyuruh presiden dan menjadi pemilik bangsa ini.


Berita Terkait


News Update