"Memang semua pekerjaan itu pasti capek. Tapi kadang sedih karena enggak sepenuhnya bisa menikmati hasil. Saya harus nahan keinginan jalan-jalan, beli skincare, atau makan enak. Kalau dipaksain, bisa nombok,” tuturnya.
Fitri tidak terkejut ketika mengetahui bahwa Kota Bekasi kini tercatat sebagai wilayah dengan biaya transportasi tertinggi di Indonesia, menurut data BPS. Ia justru merasa fakta tersebut sudah lama dirasakan oleh para pekerja muda di Bekasi.
“Sudah jadi rahasia umum, ya. Karena memang masih banyak daerah di Bekasi yang belum terjangkau transportasi umum. Enggak semua bisa dijangkau KRL atau bus,” keluhnya.
Sementara itu, Bagas Wahyudi, 24 tahun, pemuda asal Bekasi Utara yang bekerja di kawasan Cilincing, Jakarta Utara, juga harus merogoh kocek hingga Rp1 juta per bulan untuk bensin.
Setiap hari, ia menempuh perjalanan lebih dari satu jam menggunakan motor pribadi karena tidak tersedia angkutan umum yang langsung ke tempat kerjanya.
“Setiap hari saya berangkat kerja naik motor. Dan minimal banget isi bensin dua liter buat pulang pergi. Saya juga harus berangkat lebih pagi biar enggak kena macet parah. Gaji saya cuma Rp5 juta, tapi buat transportasi bisa habis 20 persen,” ungkap Bagas.
Baca Juga: Dishub Ungkap Penyebab Biaya Transportasi Mahal di Kota Bekasi
Menurutnya, kelelahan dan beban ongkos bukan lagi hal baru. Namun, pilihan untuk tetap bekerja dan tinggal di Bekasi terpaksa dijalani karena keterbatasan biaya sewa tempat tinggal di Jakarta.
“Pindah ke Jakarta enggak kuat bayar kontrakan. Mau enggak mau ya harus sabar bolak-balik, meski capek dan dompet menipis,” tambahnya.
Bagas berharap Pemkot Bekasi dan pemerintah pusat bisa menghadirkan lebih banyak akses transportasi umum murah yang menjangkau kawasan pemukiman hingga kawasan industri.
“Kalau transportasi umum ditambah dan rutenya diperluas, pasti warga Bekasi banyak yang terbantu. Enggak semua orang kuat bertahan kayak sekarang,” ujarnya. (CR-3)