“Kalau secara keamanan, sebenarnya beras ini layak konsumsi dengan kadar air rata-rata 15 persen,” ujarnya.
Menurutnya, persoalan muncul karena beras kualitas medium dikemas dan dijual sebagai beras premium. Konsumen pun membayar lebih mahal untuk kualitas yang tidak sepadan.
“Yang menjadi masalah adalah beras yang harusnya statusnya tidak premium dibuat seolah-olah premium. Konsumen harus membayar lebih mahal untuk beras yang kualitasnya tidak premium,” tuturnya.
Ia menegaskan, “Jadi, beras oplosan yang beredar di pasaran tetap layak untuk konsumsi. Hanya saja masyarakat membeli dengan harga premium tapi dapatnya beras yang tidak premium.” (cr-3)