Dalam beberapa catatan pribadi yang ditemukan di tendanya, disebutkan tentang rasa putus asa, tekanan sosial, dan rasa tidak dihargai di lingkungan profesionalnya. Hal ini menambah kepedihan atas hilangnya Azka, sebab kasus ini tidak lagi sekadar insiden kecelakaan wisata, tetapi indikator dari krisis kesehatan mental yang selama ini luput dari perhatian publik.
Di tengah hiruk-pikuk kota besar dan tekanan pekerjaan yang tiada henti, alam kerap menjadi satu-satunya tempat pelarian yang dianggap aman. Banyak orang yang pergi ke pantai, gunung, atau tempat sunyi bukan hanya untuk berlibur, tapi untuk memulihkan diri dari luka mental yang tidak kasat mata.
Sayangnya, jika pelarian ini tidak disertai pendampingan atau kesiapan emosional yang cukup, alam bisa menjadi ruang yang sunyi namun mematikan.
Azka Nurfadillah mungkin mewakili banyak jiwa yang selama ini bergulat dalam diam. Hilangnya dia di pantai yang luas menjadi simbol bahwa tidak semua pelarian menuju alam berakhir pada penyembuhan—sebagian berakhir dalam keputusasaan.
Tanggung Jawab Kolektif: Mitigasi dan Kesadaran Publik
Kasus ini seharusnya menjadi pengingat bahwa pengelolaan wisata ekstrem seperti Pantai Siung tidak bisa dibiarkan begitu saja. Pemerintah daerah, pengelola wisata, dan komunitas lokal perlu bekerja sama menyediakan jalur aman, informasi peringatan, serta batasan akses saat cuaca ekstrem.
Lebih jauh lagi, sistem deteksi dan perlindungan terhadap kasus depresi dan perundungan di tempat kerja juga harus ditingkatkan. Banyak instansi masih mengabaikan pentingnya konselor internal atau mekanisme pelaporan bullying yang aman dan tanpa intimidasi.
Baca Juga: Pasar Taman Puring Diduga tidak Dilengkapi Alarm Kebakaran
Imbauan untuk Wisatawan
Pihak berwenang mengimbau seluruh wisatawan agar menghindari aktivitas berisiko tinggi di Pantai Siung, terutama selama kondisi cuaca tidak bersahabat. Medan yang licin, tebing curam, dan angin kencang dapat dengan mudah menjebak siapa pun, bahkan yang sudah berpengalaman.
Wisatawan juga diminta untuk tidak solo traveling ke lokasi ekstrem tanpa persiapan matang atau pendamping. Selain itu, bagi siapa pun yang tengah mengalami tekanan psikologis, mencari bantuan profesional adalah pilihan yang jauh lebih aman daripada mencoba menyendiri di alam liar.
Pencarian terhadap Azka Nurfadillah masih berlanjut. Harapan tetap menyala meskipun kabar baik belum datang. Di tengah harapan itu, mari kita gunakan momen ini untuk merenungkan lebih dalam pentingnya menjaga satu sama lain—baik secara fisik, sosial, maupun emosional.
Tragedi ini bukan sekadar kabar duka, tetapi juga cermin dari kehidupan modern yang kerap luput memahami luka tersembunyi seseorang. Mari kita hentikan stigma atas depresi, perundungan, dan kesendirian. Sebab, di balik senyapnya suara Azka, mungkin ada suara kita sendiri yang selama ini tak terdengar.