Mulai 2027, Kemendikbudristek Akan Terapkan Sistem PJJ Fleksibel Bagi Pelajar SMA yang Bekerja dan Atlet

Senin 21 Jul 2025, 14:37 WIB
Ilustrasi - Mulai 2027, siswa SMA yang bekerja, atlet, dan pelajar 3T bisa ikut Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Sistem hybrid dengan modul offline dan guru kunjung. (Sumber: Pinterest/Tempat Magang)

Ilustrasi - Mulai 2027, siswa SMA yang bekerja, atlet, dan pelajar 3T bisa ikut Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Sistem hybrid dengan modul offline dan guru kunjung. (Sumber: Pinterest/Tempat Magang)

Selebihnya, pembelajaran dapat dilakukan secara daring atau melalui modul offline yang telah disesuaikan dengan kurikulum nasional.

Tak hanya menyasar pelajar yang bekerja atau berstatus atlet, program ini juga diperuntukkan bagi siswa di daerah perbatasan, wilayah terpencil, bahkan anak-anak WNI yang tinggal di perkebunan Malaysia.

Selama ini, kendala administrasi dan jarak geografis sering menghambat akses mereka ke pendidikan formal.

Dukungan Modul Offline dan Guru Kunjung

Untuk menjamin kualitas pembelajaran, Kemendikbudristek menyiapkan modul belajar tanpa koneksi internet serta menerapkan sistem guru kunjung.

Tenaga pendidik akan secara berkala mendatangi siswa PJJ untuk memantau perkembangan dan memberikan bimbingan langsung.

Selain itu, peran Community Learning Center (CLC) diperluas sebagai pusat pendaftaran, informasi, dan fasilitator pembelajaran hybrid. Melalui CLC, siswa dapat mengakses materi, mengikuti sesi tatap muka terbatas, dan berinteraksi dengan pengajar.

Baca Juga: Kunci Jawaban Soal UKPPPG 2025 Modul 1 Topik 3 tentang TaRL: Strategi Cerdas Meningkatkan Pembelajaran Siswa

Pendaftaran Sudah Dibuka, 93 Siswa Telah Bergabung

Meski implementasi penuh baru dimulai pada 2027, pendaftaran PJJ telah dibuka secara terbatas sejak tahun ajaran 2025/2026. Hingga pertengahan Juli 2025, tercatat 93 siswa telah mendaftar dalam program percontohan ini.

Kebijakan ini dinilai sebagai langkah maju dalam mewujudkan pendidikan yang adil dan merata. Dengan PJJ, diharapkan tidak ada lagi anak Indonesia yang kehilangan haknya untuk belajar hanya karena keterbatasan geografis atau tuntutan hidup.


Berita Terkait


News Update