IPB University Perkenalkan Inovasi untuk Ketahanan Pangan dan Pemantauan Kualitas Udara

Selasa 22 Jul 2025, 21:01 WIB
Tim peneliti bersama jajaran pimpinan IPB University saat memperkenalkan padi IPB 11S Bepe dan AQIMOS di Kampus IPB Drama Kabupaten Bogor, Selasa, 22 Juli 2025. Sekar Putri Andini (Sumber: POSKOTA | Foto: Sekar Putri Andini)

Tim peneliti bersama jajaran pimpinan IPB University saat memperkenalkan padi IPB 11S Bepe dan AQIMOS di Kampus IPB Drama Kabupaten Bogor, Selasa, 22 Juli 2025. Sekar Putri Andini (Sumber: POSKOTA | Foto: Sekar Putri Andini)

DRAMAGA, POSKOTA.CO.ID - Dua inovasi di bidang pangan dan lingkungan resmi diluncurkan untuk menjawab tantangan ketahanan pangan dan kualitas udara di Indonesia.

Keduanya adalah varietas padi sawah toleran salinitas IPB 11S Bepe dan alat pemantau kualitas udara real time Air Quality Monitoring System (AQIMOS), yang diperkenalkan dalam acara Launching Inovasi 2025 di Kampus IPB Dramaga, Bogor, Selasa, 22 Juli 2025.

Dalam sektor pangan, padi IPB 11S Bepe dirancang untuk mampu bertahan di lahan sawah dengan kadar garam tinggi, termasuk wilayah pesisir yang sering mengalami gagal panen akibat intrusi air laut.

Varietas ini memiliki produktivitas rata-rata 7,7 ton per hektare dengan potensi hasil hingga 11,5 ton per hektare dan umur panen genjah hanya 111 hari setelah tanam.

"Varietas ini kami rancang untuk membantu petani memanfaatkan sekitar satu juta hektare lahan salin di Indonesia. Tekstur nasinya pera dan varietasnya tahan terhadap sejumlah hama serta penyakit utama," ujar Prof Bambang Sapta Purwoko, guru besar pemuliaan tanaman dari Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB University sekaligus ketua tim pengembang padi IPB 11S Bepe.

Baca Juga: Heboh Beras Oplosan, Pengamat IPB: Praktik Lumrah, asal tidak Tipu Konsumen

Sementara itu, dalam sektor lingkungan, AQIMOS hadir untuk meningkatkan efisiensi pemantauan kualitas udara. Sistem ini mampu menyajikan hasil Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) hanya dalam 1,6 menit, jauh lebih cepat dibandingkan metode konvensional yang memerlukan waktu hingga 24 jam.

“Alat ini buatan anak bangsa dengan harga yang lebih terjangkau dari produk impor. Data hasil pemantauan bisa diakses lewat ponsel, laptop, maupun layar monitor sehingga memudahkan pemantauan di berbagai lokasi,” jelas Prof Arief Sabdo Yuwono, guru besar Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB University yang memimpin tim pengembang AQIMOS.

Kedua inovasi tersebut merupakan hasil riset dosen dan peneliti IPB University yang digagas untuk menjawab masalah nyata di masyarakat.

Kehadirannya diharapkan dapat meningkatkan produktivitas lahan pertanian marginal sekaligus memperluas pemantauan kualitas udara secara efisien dan mandiri.

Rencananya, kedua inovasi ini juga akan direkomendasikan kepada kementerian terkait agar dapat diadopsi sebagai bagian dari solusi nasional. (CR-5)


Berita Terkait


News Update