Kepala SMAN 6 Garut, Dadang Mulyadi, secara tegas membantah adanya praktik perundungan di lingkungan sekolahnya.
Ia menyatakan persoalan yang menimpa Priya “berakar pada masalah akademik”, tepatnya karena Priya tidak naik kelas setelah tujuh mata pelajaran dinilai tidak tuntas.
"Kita bahkan selalu mengupayakan bagaimana caranya supaya korban tidak tertinggal dari segi pelajaran," terangnya.
Menurut Dadang, keputusan akademik itu telah dikomunikasikan kepada orang tua sebelum diumumkan.
Sementara itu, wali kelas Priya, Yulia Wulandari, mengatakan dirinya terkejut saat kabar meninggalnya sang siswa dikaitkan dengan bullying.
Ia menyebut, tidak melihat tanda-tanda tekanan dari teman sebaya, dan menegaskan guru aktif membantu Priya mengejar ketertinggalan pelajaran.
Yulia juga mengaku, kerap menerima curhatan dari ibu Priya tentang perubahan perilaku anaknya, termasuk soal relasi pertemanan dan asmara, yang disebut memengaruhi fokus belajar.
"Orang tuanya sering cerita kenapa anaknya jadi berubah sejak masuk sekolah," ungkap dia.
Baca Juga: Berapa Sebenarnya Kekayaan Timothy Ronald? Sosok Viral yang Dikenal sebagai Investor Muda
Respons Pemerintah Daerah
Kasus ini juga telah menarik perhatian Wakil Bupati Garut, Luthfianisa Putri Karlina.
Pihaknya turut menyatakan belasungkawa dan menegaskan bahwa dugaan perundungan terhadap Priya sudah masuk penanganan Tim Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Garut selama beberapa pekan.
Pihaknya menyebut, agenda pendampingan lanjutan sejatinya dijadwalkan 17 Juli, namun Priya lebih dahulu wafat.