Pakar Soroti Fenomena Anak-Anak Muda yang Tak Ingin Membeli Rumah hingga Program Perumahan Subsidi di Era Ekonomi Gig

Selasa 15 Jul 2025, 13:52 WIB
Ilustrasi perumahan. (Sumber: PxHere)

Ilustrasi perumahan. (Sumber: PxHere)

POSKOTA.CO.ID – Pemerintah Indonesia terus melanjutkan pembangunan rumah subsidi dalam jumlah besar, meski data menunjukkan bahwa mayoritas hunian tersebut tidak dihuni.

Akademisi dan praktisi Prof. Rhenald Kasali, Ph.D. mengungkapkan keprihatinan atas pendekatan pembangunan yang dinilai hanya berorientasi pada sisi penyediaan (supply side), tanpa memperhatikan permintaan dan perubahan kebutuhan masyarakat.

"Di pemerintahan yang lalu, Kementerian PUPR bersama dengan BPK menemukan 60 sampai 80 persen kawasan rumah bersubsidi kosong. Lalu kita menyaksikan berita pada hari ini, pemerintah tetap asik dan bersemangat untuk membangun rumah bersubsidi," ujar Rhenald Kasali, dikutip oleh Poskota dari kanal YouTube miliknya pada Selasa, 15 Juli 2025.

Pemerintah sempat mempertimbangkan pembangunan rumah berukuran lebih kecil, namun rencana itu dibatalkan setelah menuai kritik keras. Kini, pembangunan rumah subsidi kembali digencarkan, namun tidak disertai dengan evaluasi menyeluruh terhadap daya serap pasar dan kebutuhan masyarakat perkotaan.

Baca Juga: Tinjau Uji Coba Sekolah Rakyat di Bekasi, Mensos: Ini Program Prioritas Presiden Prabowo

Banyak rumah subsidi dibangun di lokasi yang jauh dari pusat aktivitas ekonomi. Menurut Rhenald Kasali, hal ini berdampak pada menurunnya produktivitas dan meningkatnya kelelahan pekerja.

"Jaraknya memang sangat meletihkan, membutuhkan waktu sekitar 2 jam untuk sampai ke tempat bekerja. Tidak mengherankan sekarang mereka memilih untuk tinggal di rumah sewa," jelasnya.

Berbagai studi menunjukkan bahwa generasi muda semakin enggan membeli rumah, terutama karena harga yang tinggi dan lokasi yang tidak strategis. Sekitar 49 persen agensi memilih tidak membeli rumah, sementara 70 persen generasi senior lebih memilih tinggal di rumah sewa.

Generasi muda menilai pembelian rumah sebagai beban finansial jangka panjang. Fenomena house poor, istilah untuk kondisi di mana seseorang memiliki rumah namun tidak memiliki ruang finansial untuk kebutuhan lain, menjadi perhatian serius.

Baca Juga: Presiden Prabowo Tunjuk Gibran Tangani Papua, Diminta Berkantor di Sana

"Orang tua tidak bisa menikmati hidup, tidak bisa nonton konser, tidak bisa melakukan perjalanan, hanya membesarkan rumah... Lalu kemudian harus menjual rumah ketika biaya kesehatan tinggi dan harga rumah jatuh di pasar sekunder," tutur Rhenald Kasali.


Berita Terkait


News Update