Kopi Pagi: Kembali Kepada Konstitusi Negara

Senin 07 Jul 2025, 07:17 WIB
Kopi Pagi: Kembali Kepada Konstitusi Negara. (Sumber: Poskota)

Kopi Pagi: Kembali Kepada Konstitusi Negara. (Sumber: Poskota)

“Kalau pun terjadi persoalan di kemudian hari terkait persepsi tentang negara dan ketatanegaraan serta berbagai kehidupan berbangsa dan bernegara, hendaknya kita kembali ke konstitusi,” kata Harmoko.

Belakangan kita sering mendengar komentar agar segala sesuatunya dikembalikan kepada konstitusi. Tentu yang dimaksud konstitusi adalah segala ketentuan dan aturan tentang ketatanegaraan. Disebut undang - undang dasar negara. 

Kembali kepada konstitusi acap disebut dalam pekan terakhir ini terkait dengan terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pemisahan pemilu nasional dan daerah.

Dampak putusan ini, tidak semua pemilu dapat dilaksanakan serentak lima tahun sekali.

Baca Juga: Kopi Pagi: Politik Mencerahkan, Bukan Melelahkan

Ini dinilai bertentangan dengan konstitusi negara kita, UUD 1945, yang mengatur pemilu dilakukan setiap lima tahun sekali. Pemilu untuk memilih presiden, anggota DPR RI dan DPRD serta anggota DPD.

Dengan putusan MK, berpotensi pemilihan anggota DPRD mendatang tidak dapat dilakukan setiap lima tahun sekali berbarengan dengan pemilihan anggota DPR dan DPD.

Kalangan anggota dewan mulai menyuarakan agar persoalan pemilu ini dikembalikan kepada konstitusi negara.

Menyuarakan kembali kepada konstitusi menjadi momen penting dalam merumuskan segala peraturan terkait dengan paket UU politik dan ketatanegaraan.

Menjadi menarik karena bertepatan  dengan hari bersejarah perjuangan bangsa Indonesia, yakni dikeluarkannya Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959.

Ada tiga poin isi dekrit, satu di antaranya adalah berlakunya kembali UUD 1945 sebagai konstitusi negara yang berlaku hingga sekarang ini.

Baca Juga: Kopi Pagi: Adil untuk Semua

Kita tentu tidak sampai berasumsi terjadi krisis politik dan ketatanegaraan, seperti ketika Dekrit Presiden dikeluarkan. 

Kondisi dulu dan sekarang tentu beda. Kini stabilitas politik dan ketatanegaraan lebih terjamin, mantap dan terkendali. Jika terdapat beda tafsir dalam menyikapi putusan dan kebijakan, itulah dinamika keberagaman.

Pertanyaannya akankah pelaksanaan pemilu mendatang tetap selaras dan senapas dengan konstitusi negara kita. Jawabnya masih dalam kajian mendalam oleh sejumlah kalangan dalam upaya menyelaraskan.

Tentunya pemerintah dan DPR sebagai pembentuk UU akan merumuskan yang terbaik untuk rakyat, bangsa dan negara.

Yang perlu disepakati adalah menyikapi secara konsisten bahwa konstitusi nasional sebagai prinsip -prinsip dasar politik dan hukum termasuk dalam bentukan struktur, prosedur, wewenang dan kewajiban pemerintahan pada umumnya.

Sebagai pedoman atau landasan hukum tertinggi bagi Kepala Negara dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.

Konstitusi juga sebagai alat kontrol agar kekuasaan penyelenggara negara berjalan sesuai arah dan tujuan negara merdeka. Tujuannya membatasi agar kekuasaan penyelenggara negara tidak menjadi sewenang- wenang. Tidak merugikan rakyat banyak.

Baca Juga: Kopi pagi: Momentum Menuju Kebaikan

Mengatur dan membatasi masa jabatan penyelenggara negara baik eksekutif maupun legislatif yang diatur melalui pemilu.

Di dalam konstitusi diatur  hak-hak asasi manusia dan kebebasan rakyatnya. Juga sarana untuk mengendalikan rakyat.

Dengan begitu dapat dirumuskan bahwa konstitusi UUD 1945 itu sebagai: sumber hukum tertinggi, alat membatasi penguasa dan pengendali rakyat,  pelindung hak asasi manusia, piagam lahirnya suatu negara, simbol persatuan rakyat, rujukan identitas dan lambang negara.

Mengacu kepada begitu luhurnya cita - cita bangsa sebagaimana telah tercermin secara jelas dan rinci melalui UUD 1945,  maka  konstitusi yang dilahirkan para pendiri negeri ini sejatinya telah cukup ideal memberi pondasi untuk keberlangsungan bangsa menyongsong era masa depan. 

Satu kata kuncinya adalah bagaimana kita memahami, kemudian menjalankan konstitusi secara baik dan benar sehingga terhindar munculnya kekuasaan tanpa batas atau diktator. 

Jika masing - masing pribadi mulai dari rakyat hingga pejabat negara memerankan fungsi, tugas dan tanggung jawabnya selaras dengan konstitusi, Insya Allah, cita- cita negara mewujudkan kemakmuran dan keadilan bagi seluruh rakyat, segera dapat terlaksana.

Baca Juga: Kopi Pagi: Petualang Politik

Kalau pun terjadi persoalan di kemudian hari terkait persepsi tentang negara dan ketatanegaraan serta berbagai kehidupan berbangsa dan bernegara,  hendaknya kita juga kembali ke konstitusi, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Sejarah mencatat sejak kemerdekaan hingga kini telah silih berganti konstitusi, tetapi akhirnya kembali ke konstitusi awal, yakni UUD 1945 karena teruji mampu memberi pondasi kokoh sesuai kenyataan bahwa Indonesia rumah seluruh suku bangsa, etnis, budaya dan agama. Rumah untuk semua, tanpa melihat latar belakang politik, status sosial dan ekonominya.

Mari kita jaga konstitusi yang memandu kita ke jalan yang tepat, baik dan benar bagi semua. (Azisoko)


Berita Terkait


undefined
Kopi Pagi

Kopi Pagi: Petualang Politik

Senin 23 Jun 2025, 09:23 WIB
undefined
Kopi Pagi

Kopi Pagi: Adil untuk Semua

Senin 30 Jun 2025, 07:21 WIB

News Update