Beberapa nama yang ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK, antara lain:
- Topan Obaja Putra Ginting (TOP) – Kepala Dinas PUPR Sumut
- Rasuli Efendi Siregar (RES) – Kepala UPTD Gunung Tua dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
- M. Akhirun Efendi (KIR) – Direktur Utama PT DNG
- Heliyanto (HEL) – PPK Satker PJN Wilayah I Sumut
- M. Rayhan Dulasmi Pilang (RAY) – Direktur PT RN
Kelima tersangka itu ditahan selama 20 hari ke depan hingga 17 Juli 2025 di Rutan Cabang KPK, Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan.
Nilai Proyek dan Alasan KPK Bertindak Cepat
Asep menjelaskan bahwa proyek jalan ini memiliki nilai Rp231,8 miliar, dan dugaan suap yang akan dibayarkan berkisar antara 10-20 persen dari total anggaran atau sekitar Rp46 miliar.
Ia mengungkapkan dilema KPK saat itu adalah menunggu proyek berjalan hingga uang suap cair seluruhnya, atau langsung menangkap pihak-pihak yang diduga terlibat.
KPK akhirnya memilih opsi kedua, yaitu menangkap lebih awal demi mencegah kerugian negara lebih besar dan memastikan proyek tidak dikerjakan oleh kontraktor yang tidak kompeten.
Baca Juga: KPK Usut Dugaan Korupsi Haji, Ustaz Khalid Diperiksa, Yaqut Cholil Qoumas Akan Dipanggil?
"Jika dibiarkan, hasil pekerjaan pasti tidak maksimal karena dana proyek justru digunakan untuk menyuap, bukan untuk pembangunan jalan," tegas Asep.
Dalam OTT tersebut, KPK menyita uang tunai sebesar Rp231 juta dari kediaman KIR. Uang itu diduga merupakan sisa dari suap yang sudah sempat diberikan.
Untuk perannya sebagai pemberi suap, KIR dan RAY dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b, atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan para penerima suap yaitu TOP, RES, dan HEL dikenai Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau Pasal 12B UU Tipikor, juga juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.