Agam memutuskan untuk kembali ke Lombok, meski saat itu hanya berbekal uang Rp10.000.
"Saya main ke Rinjani lagi, memilih Rinjani, naik antar junior. Akhirnya pulang ke Bali, tapi hanya tahan 3 hari. Saya balik lagi ke Lombok hanya bawa uang Rp10.000. Itu tahun 2013, sampai 2015, hampir 10 tahun," tuturnya.
Baginya, Rinjani bukan sekadar gunung, melainkan tempat yang membuatnya merasa hidup. Ia jatuh cinta bukan hanya pada keindahan puncak, tetapi juga pada setiap lekuk jalur pendakian, sabana, hingga sumber air panas yang menjadi daya tarik Rinjani.
Keistimewaan Gunung Rinjani di Mata Agam
Agam melihat Gunung Rinjani sebagai gunung dengan ekosistem paling lengkap di Indonesia.
Menurutnya keindahan dan tantangan yang ditawarkan Rinjani menjadikannya berbeda dengan gunung-gunung lain.
"Rinjani komplit. Kalau di Jawa ada Merbabu dengan sabananya, di Rinjani juga ada. Ada pasir vulkanik seperti Semeru, ada sumber air panas, ada hutan seperti Argopuro atau Sulawesi, bahkan ada jalur ekstrem seperti Torean. Dari sisi mana pun, semuanya indah," jelasnya.
Dengan kekayaan tersebut, Rinjani menjadi destinasi yang bukan hanya untuk pendaki profesional, tetapi juga untuk siapa saja yang ingin merasakan langsung kebesaran alam.
Dari Pendaki Hingga Penyelamat
Dedikasi Agam pada Rinjani akhirnya membawanya menjadi salah satu sosok penting di tim evakuasi dan penyelamatan.
Peristiwa evakuasi Juliana Marins menjadi momen yang menegaskan reputasi dan kemampuannya di medan berat.
Bersama tim, Agam membantu membawa turun jenazah pendaki asal Brasil itu dari tebing ekstrem, menunjukkan keberanian sekaligus tanggung jawab moral sebagai pencinta alam sejati.