Jejak Mangkrak Monorel Rasuna Said–Senayan dan Dampaknya pada Estetika Jakarta

Kamis 12 Jun 2025, 09:55 WIB
Sejumlah kendaraan melintas di samping deretan tiang pancang monorel yang belum selesai pengerjaannya di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu, 21 Mei 2025. (Sumber: Poskota/Bilal Nugraha Ginanjar)

Sejumlah kendaraan melintas di samping deretan tiang pancang monorel yang belum selesai pengerjaannya di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu, 21 Mei 2025. (Sumber: Poskota/Bilal Nugraha Ginanjar)

Meskipun niatnya besar, proyek ini sejak awal menghadapi berbagai masalah mendasar:

Pendanaan yang Tidak Kuat

Investor utama dari luar negeri yang awalnya menyatakan minat, seperti dari Malaysia dan Timur Tengah, kemudian menarik diri karena menilai proyek ini tidak layak secara bisnis. Mereka khawatir pendapatan dari tiket tidak bisa menutupi biaya investasi dan operasional.

Ketiadaan Kepastian Regulasi

Pada masa itu, belum ada kerangka hukum yang jelas mengenai proyek kerja sama pemerintah dan swasta di sektor transportasi. Tidak ada jaminan dari pemerintah, dan ini membuat investor ragu.

Masalah Lahan dan Teknis

Monorel membutuhkan jalur yang melewati trotoar dan tepi jalan utama. Namun, banyak lahan tersebut belum jelas statusnya, atau berada di bawah kontrol pihak ketiga. Selain itu, keberadaan utilitas seperti pipa gas dan kabel listrik bawah tanah belum dipetakan secara lengkap, yang menyulitkan konstruksi.

Baca Juga: Pemprov Jakarta Fokus Pemenuhan Kebutuhan Dasar Warga Terdampak Kebakaran di Kapuk Muara

Masa Akhir Sutiyoso dan Fauzi Bowo

Pembangunan fisik sempat dimulai, dengan beberapa tiang monorel dibangun di titik-titik strategis seperti kawasan Kuningan dan Setiabudi.

Namun, karena tidak ada progres nyata, proyek ini mandek pada tahun 2004–2005, dan secara de facto dihentikan pada 2008, pada masa kepemimpinan Gubernur Fauzi Bowo (2007–2012).

Pemerintah tidak mencabut izin proyek secara resmi, namun tidak ada lagi aktivitas konstruksi. Tiang-tiang beton yang sudah terpasang dibiarkan begitu saja — menjadi monumen kegagalan infrastruktur.

Upaya Dihidupkan Kembali oleh Joko Widodo

Dilansir Poskota, kelangsungan pembangunan proyek monorel terancam batal. Hutang PT Jakarta Monorel (PT JM) kepada Adhi Karya sebesar Rp193,6 miliar menjadi ganjalan bagi proyek yang digagas Sutiyoso (periode 1997-2007) lalu.

Hutang PT JM ke PT Adhi Karya berawal saat dibangunnya proyek monorel tahun 2004 . Saat itu, tak ada investor yang melirik proyek tersebut sehingga PT Adhi Karya selaku pemegang saham terbesar, yakni sebanyak 32 persen, harus nombok hingga Rp 192 miliar.

Nilai itu adalah biaya pembangunan 90 tiang monorel di Jl Rasuna Said dan Jl Asia Afrika. Lewat putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor296/ Pdt.G/2012/PNJKT. Selatan tanggal 11 September 2012 menyebutkan, yang berhak memiliki aset adalah PT Adhi Karya.

Pengadilan pun mewajibkan PT JM membayar utang yakni sebesar Rp 193,662 miliar.


Berita Terkait


News Update