Keterpurukan membuat saya lebih menghargai setiap kemajuan kecil. Semua itu menjadi bahan bakar bagi karya-karya tulis saya, memberi kedalaman dan ketulusan yang tak mungkin muncul tanpa pengalaman emosional yang autentik.
Tulisan saya bukan sekadar rangkaian kata, tetapi ungkapan hati dari luka yang telah dijahit dengan kesabaran dan keteguhan. Dan justru karena itulah tulisan saya bisa menyentuh hati banyak orang.
Baca Juga: Link Live Streaming PSG Vs Inter Milan di Final Liga Champions 2024/2025, Kick Off 02.00 WIB
Waktu Sebagai Penafsir Jalan Tuhan
Satu pelajaran terbesar dari pengalaman-pengalaman tersebut adalah bahwa waktu adalah penafsir terbaik. Apa yang tampak sebagai kesialan di masa kini, bisa jadi merupakan bagian dari skenario Tuhan yang lebih besar. Mungkin kita tidak mengerti sekarang, tetapi beberapa tahun kemudian, ketika kita melihat ke belakang, semuanya menjadi masuk akal.
Jalan terjal itu ternyata adalah jalan pintas menuju kedewasaan. Rintangan itu adalah pelatihan agar kita mampu menangani tantangan yang lebih besar. Kekecewaan itu adalah seleksi alam agar kita tidak cepat puas dan terus berkembang.
Tidak ada satu pun manusia yang hidup tanpa luka. Tetapi yang membedakan satu pribadi dengan yang lain adalah bagaimana ia menyikapi luka itu.
Apakah luka itu menjadi racun yang mematikan semangat? Ataukah justru menjadi pupuk yang menyuburkan hati dan menjadikan seseorang lebih kuat, lebih arif, dan lebih manusiawi?
Ketika hidup menempatkan kita pada posisi yang terasa buruk, penting untuk tidak langsung menyalahkan takdir. Hadapi, jalani, dan teruslah bergerak mencari cahaya di tengah gelap. Sebab bisa jadi, itulah cara Tuhan menunjukkan arah terbaik bukan yang kita minta, tetapi yang benar-benar kita butuhkan.
