Krisis Baru? Pinjol Produktif Disebut Berisiko Tinggi Gagal Bayar, Ini Penjelasan Ekonom

Sabtu 17 Mei 2025, 16:32 WIB
Tips ketika Anda gagal bayar pinjaman online, ini yang harus dilakukan. (Sumber: Freepik)

Tips ketika Anda gagal bayar pinjaman online, ini yang harus dilakukan. (Sumber: Freepik)

POSKOTA.CO.ID - Porsi outstanding pembiayaan fintech peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman online mengalami penurunan per Maret 2025.

Khusus untuk segmen produktif seperti Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), jumlah pembiayaan tercatat hanya Rp18,09 triliun atau setara dengan 35,10% dari total pinjaman yang disalurkan industri. Angka ini menurun dibandingkan posisi Januari dan Februari 2025.

Fenomena ini tidak lepas dari kondisi ekonomi Indonesia yang belum stabil. Ketidakpastian ekonomi yang terus berlangsung membuat banyak pelaku usaha mengalami penurunan permintaan.

Akibatnya, risiko gagal bayar meningkat, khususnya pada pembiayaan produktif yang notabene memiliki jangka waktu dan risiko lebih panjang dibandingkan pembiayaan konsumtif.

Direktur Ekonomi Digital dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menjelaskan bahwa penurunan ini merupakan refleksi dari sikap hati-hati yang diterapkan para lender. Menurutnya, ketika dunia usaha melemah, maka lender akan menahan diri untuk menyalurkan dana ke sektor produktif yang dianggap berisiko tinggi.

"Ketika usaha sedang turun permintaan, kasus gagal bayar akan meningkat. Risiko ini yang membuat lender akan berhati-hati dalam menyalurkan pendanaannya. Lender pasti penuh perhitungan akan risiko gagal bayar," tegas Huda dalam pernyataannya, Kamis, 15 Mei 2025.

Baca Juga: Saldo Bansos Rp400.000 dari ATENSI YAPI Cair Hari Ini 17 Mei 2025 via 2 Bank Berikut, Cek Sekarang di Sini

Ketimpangan Daya Tarik antara Sektor Konsumtif dan Produktif

Selain faktor risiko, Huda juga menyoroti bahwa bunga pinjaman pada sektor produktif cenderung lebih rendah dibandingkan sektor konsumtif.

Kondisi ini berkontribusi pada rendahnya insentif bagi perusahaan fintech untuk menyalurkan dana ke sektor produktif. Secara sederhana, sektor konsumtif menjanjikan margin keuntungan yang lebih besar dengan risiko yang dapat dikendalikan melalui model pendekatan perilaku konsumen.

“Secara perhitungan bisnis, sektor konsumtif lebih menguntungkan. Wajar bila penyedia P2P lending lebih agresif di sana,” tambah Huda.

Padahal, otoritas regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki visi besar untuk mendorong kontribusi pembiayaan sektor produktif melalui P2P lending.


Berita Terkait


News Update