Hal ini tentu berbeda dengan pindar, yang proses keuntungannya jauh lebih lambat karena bunga rendah dan penagihan yang dibatasi oleh regulasi.
Inilah sebabnya pinjol ilegal dianggap lebih "menggiurkan" oleh pelaku usaha. Mereka bebas melakukan penagihan kasar, menyebarkan data pribadi, dan menekan psikologis peminjam agar membayar utang.
Apakah Masyarakat Bisa Lepas dari Pinjaman Online?
Masalah pinjaman online sebenarnya bukan hanya soal regulasi, tetapi juga kesadaran masyarakat.
Banyak yang menyamakan fenomena pinjol dengan judi online (judol), di mana meskipun akses ke situs-situs tersebut telah diblokir, pengguna tetap mencari jalan alternatif seperti menggunakan VPN.
Hal serupa bisa terjadi dengan pinjaman online. Ketika pindar dibubarkan, pengguna bisa saja malah terjerat pinjol ilegal karena tergiur kemudahan dan kecepatan pencairan dana.
Regenerasi Korban Pinjaman
Yang mengkhawatirkan, regenerasi pengguna pinjaman online terus berlangsung. Anak muda yang baru bekerja, misalnya sebagai kasir atau admin, sangat rentan menjadi korban baru karena minim literasi finansial. Siklus ini dikenal sebagai Siklus Terjerat Pinjol (STP).
Mereka yang sudah keluar dari jeratan utang merasa beruntung. Tapi generasi muda yang belum teredukasi masih sangat rentan masuk ke lubang yang sama.
Kasus Nyata: Pinjaman Atas Nama Orang Lain
Salah satu pengguna membagikan kisahnya tentang stres karena utang pinjol yang bukan ia gunakan, melainkan dipinjam oleh teman.
Total utang mencapai belasan juta rupiah, dan si teman yang meminjam atas namanya kini menghilang. Ini menunjukkan pentingnya kehati-hatian dan tidak mudah percaya dalam urusan keuangan, apalagi di era digital.
Dalam kasus seperti ini, tanggung jawab harus diambil sepenuhnya oleh si pemilik akun, meski perasaan kecewa tak bisa dihindari.
Perlu diingat bahwa pinjol bukan solusi keuangan yang tepat. Selama masih memiliki pilihan untuk mengatasi permasalahan keuangan, disarankan untuk tidak langsung memilih penyedia layanan pinjaman online yang resmi.