Dicky mengungkapkan, pemerintah harus melakukan pendekatan berbasis komunitas bagi para pengidap TBC itu.
"Misalnya adanya program Desa Siaga TBC ini yang harus diperluas untuk menjangkau komunitas terpinggirkan, Juga dengan pelibatan atau melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama atau organisasi sosial, LSM untuk mengurangi stigma juga dan juga meningkatkan peran aktif masyarakat," katanya.
Dicky menyebut, termasuk juga kepatuhan dalam meminum obat dan fokus pada populasi rentan di pemukiman padat penduduk.
"Jadi prioritaskan screening di kelompok risiko tinggi termasuk tunawisma, penghuni lapas, pekerja migran, dan juga perlu asupan vaksinasi BCG ini untuk balita atau bayi," ujarnya.
"Dan tentu antara lain juga kita harus terlibat dalam investasi riset dan vaksin baru, yang ini tentu bisa mengisi kekosongan proteksi pada remaja dan dewasa."
Hal lain yang juga tidak kalah penting dan perlu dilakukan adalah pengendalian faktor risiko dengan perketat regulasi anti merokok.
"Tingkatkan akses nutrisi bagi kelompok rentan, termasuk juga kampanye masif tentang bahaya rokok dan pentingnya nutrisi seimbang termasuk juga sanitasi yang baik, ventilasi sirkulasi di rumah, perkantoran, gedung, sekolah itu juga hal yang penting," katanya.
Terakhir, Dicky meminta pemerintah untuk memberikan dukungan finansial dan infrastruktur yang memadai.
"Jadi alokasi anggaran ini harus cukup untuk pengendalian TBC baik itu APBD atau APBN. Dan ini yang akan meningkatkan sumber dayanya termasuk kapasitas laboratorium dan fasilitas kesehatan primitif," ujar dia. (cr-4)