Pertumbuhan Paylater Tersendat, Apakah Pinjol Ilegal Kini Jadi Primadona?

Senin 12 Mei 2025, 09:29 WIB
Aplikasi pinjaman online di tengah melemahnya daya beli masyarakat akibat badai PHK dan maraknya pinjol ilegal. (Sumber: Pinterest)

Aplikasi pinjaman online di tengah melemahnya daya beli masyarakat akibat badai PHK dan maraknya pinjol ilegal. (Sumber: Pinterest)

Sementara itu, sektor multifinance mencatat pertumbuhan lebih tinggi secara nominal pada Maret 2025, yaitu sebesar Rp8,22 triliun atau tumbuh 39,3% yoy. Namun angka ini juga mengalami penurunan tajam dibanding Februari 2025 yang mencatat pertumbuhan hingga 59,1% yoy.

“Perlambatan ini tidak hanya menunjukkan jenuhnya pasar, tetapi juga mencerminkan menurunnya kemampuan masyarakat dalam mengakses pembiayaan formal,” jelas Dwi Raihan.

Daya Beli Melemah: Efek Riil dari Badai PHK

Selain pengaruh eksternal dari pinjaman ilegal, faktor internal seperti melemahnya daya beli masyarakat turut memperlambat pertumbuhan sektor pembiayaan.

Pada kuartal I 2025, pertumbuhan konsumsi rumah tangga tercatat lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional. Ini merupakan sinyal kuat bahwa masyarakat mengalami tekanan ekonomi.

Menurut Dwi, salah satu penyebab utama melemahnya konsumsi adalah badai PHK yang terjadi secara masif sejak awal tahun. Gelombang pemutusan hubungan kerja di sektor industri manufaktur, ritel, dan teknologi membuat banyak keluarga kehilangan sumber penghasilan utama.

Sebagai dampaknya, masyarakat memilih untuk tidak menambah beban utang, bahkan cenderung menguras tabungan yang tersisa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi harian. “Fenomena penggunaan tabungan dengan nominal di bawah Rp100 juta terus mengalami penurunan sejak Januari 2025. Ini menunjukkan bahwa masyarakat lebih memilih menggunakan cadangan keuangan yang ada, daripada meminjam,” kata Dwi.

Ketimpangan antara Perilaku Konsumen dan Lembaga Keuangan

Ketidaksesuaian antara perilaku konsumsi masyarakat dengan ekspektasi penyedia pembiayaan formal semakin memperlihatkan tantangan struktural dalam ekosistem keuangan nasional.

Sementara lembaga keuangan berharap masyarakat tetap menggunakan layanan mereka untuk konsumsi produktif, masyarakat justru memilih strategi bertahan dengan memanfaatkan dana sendiri.

Langkah ini memang memperkecil risiko kredit macet dari sisi pengguna, namun bagi lembaga pembiayaan legal, hal ini merupakan sinyal berbahaya. Ketika permintaan menurun, portofolio kredit pun akan stagnan atau bahkan menurun.

“Yang perlu diperhatikan, industri pembiayaan kita sangat sensitif terhadap gejolak ekonomi makro dan ketidakpastian regulasi. Jika pinjol ilegal tidak segera ditindak, maka kerusakan jangka panjang pada kepercayaan publik terhadap keuangan digital bisa terjadi,” tambah Dwi.

Peran OJK dalam Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan Digital

Dalam menghadapi kondisi ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berupaya melakukan penertiban terhadap praktik pinjaman ilegal.

Satgas PASTI (Penanganan Aktivitas Keuangan Ilegal) secara berkala merilis daftar aplikasi pinjol ilegal dan menindak tegas penyelenggara yang tidak berizin.

Berita Terkait

News Update