Banyak pemain muda yang gagal berkembang karena tidak memiliki akses yang adil dalam sistem rekrutmen. Klub yang seharusnya lolos promosi atau bertahan di liga utama bisa tergusur akibat manipulasi skor. Investor pun ragu menanamkan modal di kompetisi yang tidak memiliki transparansi.
Karena itu, keberanian tokoh publik seperti Andre Rosiade dalam membongkar praktik ini perlu diapresiasi. Namun yang lebih penting adalah bagaimana PSSI meresponsnya dengan langkah konkret, bukan sekadar klarifikasi atau wacana normatif.
Baca Juga: Simulasi dan Cara Mengajukan Pinjaman Online di Platfom Rupiah Cepat, Limit Hingga Rp 50 Juta
Urgensi Penegakan Hukum dan Regulasi Ketat
Mafia bola merupakan bentuk kejahatan terorganisir yang tidak bisa diselesaikan hanya melalui pernyataan publik. Diperlukan kolaborasi antara PSSI, kepolisian, Kemenpora, bahkan lembaga antikorupsi seperti KPK untuk menelusuri aliran uang, modus operandi, serta jaringan kerja para pelaku.
Pembentukan satuan tugas khusus atau unit investigasi independen dapat menjadi opsi untuk menangani persoalan ini secara tuntas.
Selain itu, revisi regulasi liga yang lebih ketat dan sanksi berat bagi pelaku pengaturan skor perlu segera diberlakukan.
Kasus yang diungkap Andre Rosiade ini merupakan momentum penting untuk merevolusi sistem sepak bola Indonesia.
Jika benar ada dua sosok dengan inisial JN dan P yang berperan sebagai operator mafia, maka tindakan cepat dan tegas harus diambil.
Publik kini menanti bukan hanya klarifikasi, melainkan bukti nyata bahwa PSSI serius dalam menata ulang ekosistem sepak bola nasional.
Dengan adanya sorotan tajam terhadap PSSI dan dukungan publik yang terus menguat, harapan akan masa depan sepak bola Indonesia yang bersih dan berprestasi pun kembali terbuka.