Kemudian, Perhutani menanam pohon jati di tempat yang sama pada 1992.
"Sejak saat itu, mereka mengklaim secara sepihak bahwa lahan itu adalah kawasan hutan di bawah penguasaan mereka," ucapnya
Pada 1999, masyarakat mulai mengalami intimidasi dari sekelompok orang bersenjata yang diduga polisi dan preman bayaran utusan Perhutani. Mereka mendatangi rumah-rumah petani pada tengah malam.
Baca Juga: Efek Pemutihan Pajak, Stok Blangko STNK di Samsat Pandeglang Kosong
"Mereka yang vokal menentang penguasaan lahan oleh Perhutani ditangkap, insiden besar terjadi kembali pada tahun 2001, ketika 49 petani ditangkap oleh aparat," bebernya.
"Mereka juga diborgol, dilempar ke mobil, dan dibawa ke Polres Pandeglang. Dari jumlah 40 orang dipulangkan setelah pemeriksaan, sedangkan 9 orang ditahan," sambungnya.
Meski demikian, masyarakat masih terus membayar pajak tanah pada 2004. Namun, pemerintah desa enggan menerima pembayaran pajak tanpa alasan yang jelas pada 2005.
"Maka dari itu, kami meminta kepada pemerintah Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten dan Pusat untuk hadir memberikan solusi kepada kami," pintanya.
Baca Juga: Wabup Pandeglang Evaluasi Puskesmas Labuan Imbas Bayi Meninggal dalam Kandungan
Sementara itu, Ketua DPRD Pandeglang, Tubagus Khotibul Umam menyampaikan, pihaknya akan menindaklanjuti keluhan masyarakat.
"Insya Allah aspirasi ini kami tampung dan akan kami perjuangkan, mudah-mudahan masalah konflik agrarian antara warga dan Perhutani cepat ada solusinya," ujarnya.