POSKOTA.CO.ID - Di tengah tekanan ekonomi dan kebutuhan hidup yang semakin kompleks, masyarakat Indonesia masih mengandalkan pinjaman online atau pinjol sebagai alternatif pendanaan cepat.
Fintech peer-to-peer lending menawarkan kemudahan akses tanpa jaminan, proses yang cepat, serta dana yang langsung cair ke rekening.
Namun, dibalik kepraktisan tersebut, tersimpan risiko serius apabila peminjam tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran tepat waktu.
Menurut data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), peningkatan kasus gagal bayar dalam ekosistem pinjaman online terus terjadi, menandakan adanya masalah struktural dalam pengelolaan utang digital oleh masyarakat.
Dampak Gagal Bayar: Masuk Blacklist SLIK dan Anjloknya Skor Kredit
Bagi peminjam yang mengalami gagal bayar, risiko utama yang dihadapi adalah masuk ke dalam daftar hitam atau blacklist yang tercatat dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK.
SLIK berfungsi sebagai catatan riwayat kredit yang menjadi acuan lembaga keuangan dalam menilai kelayakan kredit seseorang.
Kondisi ini bukan hanya berdampak pada akses ke pinjaman di masa depan, tetapi juga berimplikasi pada reputasi keuangan peminjam, bahkan hingga pemblokiran akses kredit dari lembaga resmi.
Skor kredit yang rendah juga akan menyulitkan dalam pengajuan produk keuangan lain seperti KPR, KTA, maupun pembiayaan kendaraan.
Regulasi OJK: Bunga dan Denda Dibatasi, Tapi Denda Bisa Menumpuk
OJK melalui Peraturan No. 10/POJK.05/2022 telah mengatur batas maksimal bunga harian sebesar 0,8% per hari, dan denda keterlambatan harian juga maksimal 0,8% dari pokok pinjaman. Meski tampak kecil, apabila keterlambatan terus berlanjut, akumulasi denda bisa mencapai 100% dari total pinjaman awal.
Sayangnya, tidak semua masyarakat memahami perhitungan ini. Banyak yang terkejut ketika tagihan membengkak drastis hanya dalam hitungan minggu. Oleh karena itu, penting untuk memahami struktur bunga dan denda sejak awal mengajukan pinjaman.