Ia menambahkan bahwa persoalan sanitasi ini sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu. Bahkan ada warga yang telah tinggal di kawasan itu sejak 1975.
“Masalah ini sudah ada sejak dulu. Sebelumnya ada yang pernah janjiin program ini, tapi hanya wacana saja,” kata Syatif.
Menurutnya, kondisi pembuangan limbah yang terbuka menyebabkan lingkungan menjadi kumuh dan berbau tidak sedap.
“Gimana ya. Kalau kita kan sudah terbiasa, tapi kalau orang baru biasanya merasa jijik,” ujar dia.
Meskipun warga tetap menggunakan WC untuk aktivitas buang air, bau tidak sedap kerap tercium dari sekitar lingkungan.
Baca Juga: Pemprov Jakarta Pasang Septic Biopal untuk 25 Ribu Jamban Tanpa Pembuangan
Dengan adanya program ini, menurut Syatif, warga merasa sangat terbantu.
“Kami sangat senang sekali. Ini kesempatan untuk kami. Jadi kami nggak usah mikirin kendala biaya dan tempat sempit lagi untuk membangun septic tank. Tinggal terima beres,” ujarnya.
Senada dengan Syatif, Eti, 60 tahun, istrinya yang juga berdagang mi ayam bakso, menyebut program ini baru benar-benar terwujud di masa kepemimpinan Pramono Anung dan Rano Karno.
“Kami sangat bangga dan mengakui kepemimpinan Pak Pramono. Berkat beliau kami tidak pusing lagi memikirkan saluran pembuangan udara,” kata Eti.
Ia juga menilai bahwa pemerintah sebelumnya hanya sebatas memberi janji.
“Ya harusnya dari dulu sudah dilaksanakan. Apa yang bisa dibantu, diarahkan, bagaimana biayanya. Ini pun karena ada bantuan dari Ibu Dewan makanya baru bisa terwujud,” ucapnya.