POSKOTA.CO.ID - Kasus dugaan praktik joki dalam pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) tahun 2025 kembali mengemuka, kali ini menyeret tiga nama mahasiswa aktif Institut Teknologi Bandung (ITB), yakni Khamila Djibran, Healthy Febriana Jessica, dan Lucas Valentino Nainggolan.
Identitas ketiganya menjadi sorotan usai foto wajah mereka diduga ditemukan dalam beberapa kartu peserta UTBK dengan nama dan data yang berbeda-beda.
Dugaan ini menimbulkan kekhawatiran publik atas integritas sistem seleksi nasional masuk perguruan tinggi.
Baca Juga: Berapa Lama Data Hitam di SLIK OJK Bisa Dihapus? Ini Fakta Lengkapnya!
Kronologi Viral Dugaan Joki UTBK
Isu ini pertama kali mencuat melalui platform media sosial X (sebelumnya Twitter) oleh akun @jongufisip yang membagikan potret beberapa kartu peserta UTBK.
Dalam unggahan tersebut terlihat beberapa foto kartu UTBK SNBT (Seleksi Nasional Berdasarkan Tes) dengan wajah yang tampak identik, namun memuat nama, nomor peserta, dan data lainnya yang berbeda-beda.
Sontak, publik mencurigai adanya praktik joki, yakni keterlibatan pihak ketiga dalam menggantikan peserta asli untuk mengikuti ujian dengan tujuan meloloskan mereka secara curang ke perguruan tinggi favorit.
Tiga Nama yang Menjadi Sorotan
Dari penelusuran yang berkembang di media sosial, wajah-wajah pada kartu UTBK tersebut disebut mirip dengan tiga mahasiswa ITB angkatan 2018, yaitu:
- Khamila Djibran, mahasiswi Teknik Pertambangan, dikenal aktif sebagai pendaki gunung dan pembuat konten di media sosial. Foto wajahnya ditemukan pada dua kartu peserta UTBK dengan modifikasi gaya rambut yang halus namun jelas terlihat serupa.
- Healthy Febriana Jessica, berasal dari jurusan Teknik Perminyakan, disebut muncul dalam satu kartu peserta UTBK dengan identitas yang tidak sesuai.
- Lucas Valentino Nainggolan, mahasiswa Teknik Elektro, bahkan diduga lebih mencolok. Sosoknya disebut terlihat pada empat kartu UTBK yang berbeda, dengan variasi penampilan rambut yang tampaknya dimaksudkan untuk menyamarkan identitas.
Analisis Data dan Identifikasi Digital
Kecurigaan publik diperkuat oleh data dari Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti), yang menunjukkan bahwa ketiga nama tersebut merupakan mahasiswa aktif ITB sejak tahun 2018.
Publik pun mempertanyakan bagaimana data dan foto pribadi mereka dapat digunakan dalam sistem seleksi yang seharusnya memiliki mekanisme validasi identitas yang ketat.
Meski belum ada pernyataan resmi dari pihak kampus ITB maupun panitia SNPMB, warganet dan sejumlah pemerhati pendidikan telah menyuarakan kekhawatiran serius atas kejadian ini.
Praktik Joki dalam UTBK: Fenomena Lama dengan Pola Baru
Joki UTBK: Modus Lama dalam Wajah Baru
Praktik joki dalam ujian masuk perguruan tinggi sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Namun, pola yang muncul dalam kasus 2025 ini menunjukkan tingkat penyamaran yang lebih canggih terutama melalui pengubahan gaya rambut dan potensi penyalahgunaan data digital.
Fenomena ini menyiratkan adanya kolaborasi sistemik yang tidak hanya mencakup peserta dan joki, namun mungkin juga penyedia layanan pencetakan kartu dan penyalahgunaan data pribadi.
Kerentanan Sistem Verifikasi
Kejadian ini juga menyoroti potensi kelemahan dalam sistem verifikasi identitas pada pelaksanaan UTBK. Idealnya, verifikasi tidak hanya dilakukan melalui foto, tetapi juga biometrik seperti sidik jari atau pengenalan wajah otomatis (facial recognition). Namun, implementasi teknologi tersebut secara nasional masih menjadi tantangan logistik dan anggaran.
Dampak Sistemik dan Moral
Merusak Integritas Seleksi Nasional
Jika terbukti benar, keberadaan joki dalam seleksi masuk perguruan tinggi tidak hanya mencederai sistem tetapi juga menodai prinsip keadilan.
Ribuan siswa belajar dan berjuang keras untuk bisa lolos seleksi, namun praktik semacam ini memberi keuntungan tidak adil kepada mereka yang mampu membayar jasa joki.
Risiko terhadap Karier Akademik Pelaku
Apabila terbukti bersalah, nama-nama yang disebut berisiko menghadapi sanksi akademik hingga pidana. Institusi seperti ITB berpotensi melakukan pencabutan status kemahasiswaan, sementara pihak SNPMB juga dapat mengambil langkah hukum terhadap pelanggaran integritas ujian nasional.
Respons Publik dan Ketidakjelasan Klarifikasi
Hingga akhir April 2025, belum ada pernyataan resmi dari Institut Teknologi Bandung terkait isu ini. Hal ini justru memicu spekulasi yang lebih luas di media sosial. Netizen menuntut transparansi, investigasi menyeluruh, dan tindakan tegas untuk mencegah peristiwa serupa terjadi di masa depan.
Panitia SNPMB juga belum memberikan klarifikasi, meskipun peran mereka sangat krusial dalam menjamin integritas dan kepercayaan terhadap sistem seleksi nasional.
Baca Juga: Prediksi Line Up Borneo FC vs Persija Jakarta di BRI Liga 1 2024/2025
Solusi dan Rekomendasi
1. Peningkatan Verifikasi Berbasis Teknologi
Diperlukan implementasi sistem verifikasi biometrik yang lebih solid dan konsisten dalam pelaksanaan UTBK di masa mendatang. Facial recognition dengan sistem deteksi manipulasi gambar bisa digunakan untuk mendeteksi perubahan kecil yang disengaja dalam tampilan peserta.
2. Audit Internal dan Forensik Digital
Lembaga pendidikan tinggi dan penyelenggara SNPMB harus segera melakukan audit terhadap proses pendaftaran, pencetakan kartu, dan sistem data yang digunakan. Hal ini penting untuk mencegah kebocoran data dan penyalahgunaan informasi identitas.
3. Edukasi Moral dan Etika Akademik
Selain penegakan hukum, upaya pencegahan juga harus mencakup pembinaan karakter, khususnya di lingkungan kampus. Mahasiswa perlu dibekali pemahaman mendalam mengenai nilai-nilai kejujuran akademik dan konsekuensi etis dari tindakan manipulatif.
Kasus ini merupakan ujian nyata terhadap integritas sistem pendidikan tinggi di Indonesia. Dugaan praktik joki yang menyeret mahasiswa dari institusi ternama seperti ITB menjadi peringatan bahwa tidak ada sistem yang sepenuhnya kebal terhadap kecurangan tanpa pengawasan yang ketat dan transparansi yang kuat.
Ketegasan dalam menanggapi isu ini akan menjadi tolok ukur publik terhadap komitmen pemerintah dan institusi pendidikan dalam menjaga kualitas dan keadilan sistem seleksi nasional.