POSKOTA.CO.ID - Mudahnya akses pada layanan pinjaman berbasis online kini memunculkan permasalah baru. Pasalnya di Indonesia banyak masyarakat yang terjerat pinjaman online ilegal (pinjol ilegal).
Dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada periode Januari hingga Maret 2025 sebanyak 1.081 aduan terkait pinjol ilegal dan laporan didominasi oleh kaum perempuan.
Kemudian Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mencatat sebanyak 1.944 aduan terkait pinjol ilegal di sepanjang 2018-2024 dan rata-rata pelapor adalah perempuan.
Banyaknya perempuan Indonesia yang terjerat dalam aktivitas keuangan ilegal ini sungguh sangat mengkhawatirkan.
Baca Juga: Bahaya Pinjol Ilegal, Ini Risiko Besar yang Mengintai Data NIK KTP Anda
Deputi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Lenny N. Rosalin menyebutkan pesatnya perkembangan teknologi merambah ke seluruh sektor kehidupan, termasuk teknologi finansial.
“Meski kita merasakan dampak positif dari perkembangan fintech (financial technology), namun kita juga menghadapi ancaman negatif. Dampak negatif tersebut yang menjadi dasar untuk melakukan riset berbasis bukti guna memotret pengalaman perempuan dalam menggunakan layanan pinjaman online,” kata Lenny dikutip dari laman KemenPPPA pada Sabtu, 3 Mei 2025.
Lenny sadar bahwa banyak tuntutan kebutuhan mendesak yang menghantui kehidupan masyarakat, sehingga mereka memilih pinjaman online sebagai solusi tercepat, karena menawarkan pencairan dana tanpa memerlukan jaminan.
“Permintaan yang tinggi atas kredit cepat memincu munculnya banyak pinjol ilegal dengan bunga tinggi. Para prakterknya banyak masyarakat yang justru terlilit hutang dan korbannya sebagian perempuan,” ungkap Lenny.
Baca Juga: Fakta di Balik Isu Tim Cyber Pinjol, Benarkah Bisa Lacak Lokasi Nasabah?
Tak hanya itu, ia menyebutkan tak sedikit korban pinjol ilegal ini mengalami ancaman kekerasan, pelecehan dan lain sebagainya.
“Banyak perempuan yang terlilit hutang pinjol ilegal mengalami ancaman kekerasan berbasis gender online (KBGO), seperti pelecehan seksual, penyebaran informasi data pribadi (doxing) hingga intimidasi langsung saat penagihan,” jelasnya.
Dorong Perlindungan Konsumen Berspektif Gender
Dalam keterangannya Lenny menyebutkan bahwa KemenPPPA berupaya untuk meningkatkan literasi digital dan literasi keuangan bagi perempuan serta adanya sinergi antara pemerintah pusat dan stakeholder hingga memastikan kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan dan pemenuhan hak-hak perempuan.
“Kita semua harus terus mengedukasi masyarakat, khususnya perempuan dalam hal literasi keuangan, digital hingga cybersecurity agar perempuan lebih mengerti dan paham tentang risiko dan ancaman pinjaman online,” kata Lenny.
Baca Juga: Terjebak Bunga Mencekik Pinjol Ilegal? Begini Cara Keluar Tanpa Diperas!
“Diperlukan juga pengembangan sistem perlindungan konsumen dengan memperhatikan mekanisme peminjaman dan pengaduan keluhan berspektif gender. Perempuan harus mengerti dalam mencari bantuan dan dukungan ketika mengalami kekerasan akibat pinjaman online,” pungkasnya.
Disclaimer: Artikel ini hanya berupa informasi umum dan bukan ajakan atau saran untuk mengajukan pinjaman online. Jika Anda berminat mengajukan pinjaman pahami risikonya. Tanggung jawab dalam proses pengajuan sepenuhnya berada di tangan pengguna bukan Poskota.