POSKOTA.CO.ID - Peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day yang berlangsung di Lapangan Silang Monas, Jakarta Pusat, pada 1 Mei 2025 menjadi saksi janji penting dari Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.
Dalam pidatonya di hadapan ribuan buruh, Presiden menyampaikan komitmen untuk menghapus sistem kerja outsourcing, serta membentuk satuan tugas pemutusan hubungan kerja (Satgas PHK) dan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional.
Langkah ini dinilai sebagai titik balik dalam kebijakan ketenagakerjaan nasional yang selama ini dianggap kurang berpihak kepada kesejahteraan dan kepastian hukum para pekerja.
Baca Juga: 10 Kode Redeem Mobile Legends Terbaru 2 Mei 2025, Dapatkan Kesempatan Klaim Skin Naruto
Latar Belakang Tuntutan Buruh
Sistem outsourcing, atau yang dikenal juga sebagai alih daya, telah lama menjadi sorotan dunia ketenagakerjaan. Dalam aksi unjuk rasa Hari Buruh 2025, penghapusan outsourcing menjadi tuntutan utama para buruh.
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menyampaikan bahwa penghapusan sistem outsourcing merupakan satu dari enam tuntutan utama yang disuarakan dalam aksi tersebut. Menurutnya, outsourcing telah menimbulkan ketidakpastian kerja, ketimpangan pendapatan, dan minimnya perlindungan bagi buruh.
“Yang pertama buruh suarakan adalah hapus outsourcing,” ujar Said Iqbal dalam konferensi pers sehari sebelum Hari Buruh, di Menteng, Jakarta Pusat.
Kerugian Sistem Outsourcing bagi Pekerja
Mengacu pada informasi yang dirilis oleh Serikat Pekerja Nasional (SPN), terdapat sejumlah kerugian signifikan yang dialami pekerja akibat sistem kerja outsourcing, antara lain:
1. Tidak Ada Jenjang Karier
Pekerja outsourcing terikat pada kontrak jangka pendek tanpa jaminan promosi atau pengembangan karier. Hal ini menyebabkan stagnasi profesional di kalangan pekerja.
2. Masa Kerja Tidak Pasti
Kontrak yang fleksibel membuat pekerja outsourcing sangat rentan terkena pemutusan hubungan kerja sewaktu-waktu, terutama saat perusahaan menghadapi kesulitan finansial.
3. Kesejahteraan Minim
Berbeda dengan karyawan tetap, pekerja outsourcing kerap tidak memperoleh tunjangan, jaminan sosial, atau fasilitas kesejahteraan lain, meskipun beban kerja mereka serupa.