Jelang akhir tahun mencuat fenomena saling sindir antar-elite politik dalam menyikapi situasi terkini, tak terkecuali terkait rencana kebijakan pemerintah tahun depan.
Soal pengenaan tarif PPN 12 persen, satu di antara sekian banyak isu yang acap menjadi bahan perdebatan.
“Itulah dinamika politik yang terjadi saat ini. Tak perlu diperdebatkan,” kata bung Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan bang Yudi.
“Bukan ikut memperdebatkan, tetapi mengikuti perdebatan antar elite politik, petinggi parpol dan para wakil rakyat,” ujar Yudi.
“Maksudnya biar tetap update isu, gitu?,” kata Heri.
“Ya, kalau tidak update isu, bisa ketinggalan dong,” kata Yudi.
“Soal saling sindir dalam politik juga biasa, sebab, dinamika politik tak lepas dari histori mengapa kebijakan itu muncul, tentu ada sejarahnya, ada motifnya dan ada pula tujuan yang hendak dicapai,” kata mas Bro menambahkan.
“Tapi menurut saya sindiran politik lebih santun, ketimbang cacian dan makian politik, apalagi fitnah politik,” kata Heri.
“Iya sih, kadang sindiran lebih mengena di hati. Kritik yang hendak disampaikan sampai ke sasaran, tetapi tidak menyinggung perasaan. Lain halnya jika melontarkan tuduhan,” urai mas Bro.
“Apalagi kalau tuduhan tanpa mendasar, hanya dilontarkan untuk menciptakan citra buruk, lebih-lebih jika dilandasi karena kebencian, bertujuan untuk menjatuhkan seseorang,” ujar Heri.
“Jadi menurut kalian saling sindir politik itu, lebih baik ketimbang kritikan politik,” tanya Yudi.