POSKOTA.CO.ID - Sosok Nur Aini, guru asal Bangil, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur menjadi perbincangan setelah kisah perjuangannya di daerah pegunungan viral di media sosial.
Curhat Nur Aini tentang beratnya jarak tempuh menuju sekolah tempatnya mengajar menyentuh empati banyak orang.
Namun, alih-alih mendapatkan solusi berupa mutasi, karier Nur Aini sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) justru harus berakhir dengan sanksi pemecatan.
Pemerintah Kabupaten Pasuruan menjatuhkan sanksi disiplin berat berupa pemberhentian tetap terhadap Nur Aini.
Alasan utama pemecatan tersebut adalah ketidakhadiran yang bersangkutan dalam menjalankan tugas mengajar selama lebih dari 28 hari tanpa keterangan yang sah.
Kepala Bidang Penilaian Kinerja Aparatur dan Penghargaan BKPSDM Kabupaten Pasuruan, Devi Nilambarsari, menegaskan keputusan itu telah melalui prosedur dan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurutnya, pelanggaran yang dilakukan Nur Aini masuk dalam kategori berat sebagaimana diatur dalam disiplin ASN.
Meski demikian, di balik keputusan tersebut, Nur Aini memiliki versi cerita sendiri mengenai apa yang sebenarnya ia alami selama bertugas sebagai guru di wilayah pegunungan Tosari.
Lantas, siapakah Nur Aini yang viral usai curhatan karena jarak mengajar yang jauh hingga berujung pada pemecatan?
Siapa Nur Aini?
Nur Aini sebelumnya tercatat sebagai tenaga pendidik di SDN II Mororejo, Kecamatan Tosari, wilayah pegunungan di lereng Gunung Bromo yang dikenal memiliki akses medan cukup berat.
Jarak antara tempat tinggal Nur Aini di Bangil dengan sekolah tempatnya mengajar menjadi persoalan utama yang kemudian memicu polemik berkepanjangan.
Perempuan berusia 38 tahun itu sendiri mulai dikenal luas publik setelah ia muncul dalam unggahan video di akun TikTok milik praktisi hukum Cak Sholeh.
Dalam video itu, Nur Aini menceritakan secara rinci rutinitas perjalanannya setiap hari dari rumah menuju sekolah yang dinilainya sangat menguras tenaga dan biaya.
"Di Bangil, Pak. 57 km, Pak. Setengah 6 pagi. Setengah 8 lebih, Pak. Inggih. Di sana masuknya jam 8, Pak. Iya. Kadang ojek Pak, kadang diantar suami," ujar Nur Aini saat menjelaskan kesehariannya kepada Cak Sholeh.
Dengan jarak 57 kilometer sekali jalan, Nur Aini harus menempuh total sekitar 114 kilometer setiap hari untuk pergi dan pulang mengajar.
Perjalanan tersebut dilakukan melintasi jalur pegunungan dengan kondisi jalan yang tidak selalu bersahabat.
Selain jarak yang jauh, medan ekstrem di kawasan Tosari turut menambah berat perjuangan Nur Aini.
Dalam video yang sama, Cak Sholeh menyoroti persoalan biaya transportasi yang dinilai tidak sebanding dengan penghasilan seorang guru ASN.
"Teman-teman, ini betul-betul perjuangan seorang guru. 57 kilo berarti setiap hari pulang pergi itu 100 kilo lebih. Gajinya enggak sepiro seorang guru ini. Kalau gojek per hari habis 135 ribu, gajinya nggak sampai 3 juta padahal. Iya, habis hanya untuk Gojek," ungkap Cak Sholeh.
Dalam video yang viral tersebut, Nur Aini juga secara terbuka menyampaikan tujuannya memviralkan kisahnya.
Ia berharap mendapat keadilan berupa mutasi ke sekolah yang lebih dekat dengan tempat tinggalnya.
"Kulo ingin pindah ke Bangil, Pak, supaya dekat," kata Nur Aini.
Namun, menurut Nur Aini, persoalan yang dihadapinya tidak hanya soal jarak. Ia juga mengeklaim adanya ketidakadilan di lingkungan sekolah.
Nur Aini menuduh bahwa, laporan ketidakhadirannya direkayasa oleh pihak sekolah, sehingga ia tercatat tidak masuk kerja tanpa keterangan.
"Karena absen saya itu dibolong-bolongi Pak, direkayasa sama kepala sekolah, sehingga absen saya alfa. Iya, Pak, dipanggil Inspektorat. Inggih, Pak," tutur Nur Aini.
Pengakuan tersebut kemudian memicu pemeriksaan oleh Inspektorat yang berujung pada proses disiplin kepegawaian.
Baca Juga: Viral Maling Motor Todong Senjata Api di Kembangan, Polisi Selidiki Pelaku
Pemkab Berpegang pada Audit Kehadiran
Terlepas dari viralnya narasi perjuangan Nur Aini, BKPSDM Kabupaten Pasuruan menegaskan tetap berpegang pada fakta administratif dan hasil audit kehadiran.
Berdasarkan pemeriksaan, Nur Aini dinilai melanggar Pasal 4 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil terkait kewajiban masuk kerja.
Devi Nilambarsari menjelaskan, aturan mengenai batas ketidakhadiran ASN sudah sangat jelas.
Ketidakhadiran tanpa alasan yang sah selama 10 hari berturut-turut atau 28 hari secara kumulatif dalam satu tahun termasuk pelanggaran berat.
“Seperti diketahui kategori pelanggaran berat bagi ASN yakni tidak masuk 10 hari berturut-turut tanpa alasan atau 28 hari komulatif dalam satu tahun. Sedangkan NA diketahui tidak masuk kerja tanpa alasan lebih dari batas itu,” terang Devi.
Atas dasar tersebut, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) kemudian mengeluarkan keputusan pemberhentian tetap terhadap Nur Aini.
Pemerintah daerah mengklaim telah memberikan kesempatan kepada Nur Aini untuk membela diri melalui mekanisme klarifikasi.
Namun, dua kali pemanggilan yang dijadwalkan disebut tidak berjalan sebagaimana mestinya karena Nur Aini dinilai tidak kooperatif.
Pada pemanggilan kedua, Nur Aini dikabarkan meninggalkan ruangan pemeriksaan dengan alasan ke toilet, tetapi tidak kembali hingga proses klarifikasi dinyatakan gagal.
Akibat tidak adanya klarifikasi tuntas, Pemkab Pasuruan akhirnya menerbitkan Surat Keputusan (SK) pemberhentian.
Karena Nur Aini juga tidak hadir saat pemanggilan penyampaian SK, petugas pemerintah terpaksa mengantarkan surat keputusan tersebut langsung ke kediamannya.
