“Bukan senyum menggoda dan menjebak, tidak tersembunyi niat buruk kepada orang yang diajak senyum,” ujar Yudi.
“Nah, sekarang kembali kepada diri kita sendiri, apakah senyum yang ditebar hari ini, bagian dari sedekah, apa karena ada maksud tertentu. Begitu juga senyum yang bakal kalian tebar kemudian. Nggak perlu dijawab yang lebih tahu diri kita sendiri,” kata Heri.
“Yang jelas senyum itu baik, ketimbang cemberut. Senyum itu tanda kesopanan dan keramahan. Jika kaki kita nggak sengaja keinjek orang, nggak usah marah, tapi balaslah dengan senyuman,” kata mas Bro.
“Ada pepatah berbahasa Jawa mengatakan: Ulat sumeh agawe renaning wong akeh yang artinya wajah yang murah senyum, ramah dan berseri – seri akan membahagiakan – membuat senang banyak orang,” kata Heri.
“Betul. Filosofi ini mengajarkan kepada kita begitu pentingnya senyuman sebagai cara sederhana untuk menciptakan kebahagiaan dan keharmonisan di lingkungan sosial kita,” kata mas Bro.
Baca Juga: Obrolan Warteg: Koalisi Permanen
“Jadi benar kata orang bijak: Bahagia itu sederhana, yang rumit itu maunya kita. Karenanya singkirkan yang rumit – rumit itu dengan satu senyuman akan mengawali kebaikan,” kata Yudi.
“Pepatah Tiongkok kuno mengatakan: Gunakan senyummu untuk mengubah dunia, jangan biarkan dunia mengubah senyummu,” ujar Heri.
“Kalau versi kita sederhana saja: Gunakan senyummu untuk kebaikan, bukan keburukan,” ujar mas Bro. (Joko Lestari)
