“Saya merindukan keluarga. Saya menjalani periode yang cukup rumit,” ujar Barba.
Ia menambahkan bahwa kondisi kesehatan dan jarak dengan keluarga menjadi tantangan berat selama berkarier di Indonesia.
“Saya mengalami sakit dan saya masuk rumah sakit dan itu tidak mudah. Jadi saya harus jujur sekarang, tapi saya masih di sini. Saya masih jadi pemain Persib dan berusaha memberikan yang terbaik,” lanjutnya.
Pescara Mengintai, Persib Menanti Kepastian
Situasi ini semakin menarik setelah muncul kabar bahwa Pescara, klub asal Italia yang saat ini berlaga di Serie B, dikabarkan tertarik menggunakan jasa Federico Barba. Meski bursa transfer belum dibuka, rumor tersebut menambah spekulasi mengenai masa depan sang pemain.
Barba sendiri belum memberikan kepastian. Ia menegaskan statusnya masih sebagai pemain Persib dan berkomitmen penuh terhadap klub. Namun, pernyataan tentang kerinduan pada keluarga membuat kemungkinan hengkang tetap terbuka.
Jika Barba benar-benar kembali ke Italia, ia akan mengikuti jejak Stefano Beltrame dua pemain Italia dengan cerita yang berbeda di lapangan, tetapi memiliki kesamaan dalam alasan perpisahan: keluarga.
Baca Juga: Huawei MatePad 12X 2026 Meluncur 9 Januari, Tablet Produktivitas dengan Kinerja Kelas PC
Dilema Klub dan Realitas Pemain Asing
Bagi Persib Bandung, situasi ini menjadi dilema. Di satu sisi, klub membutuhkan stabilitas skuad untuk menjaga konsistensi performa. Di sisi lain, manajemen juga dihadapkan pada realitas bahwa pemain asing membawa latar belakang budaya dan ikatan personal yang tidak bisa diabaikan.
Kisah Beltrame dan Barba menegaskan bahwa adaptasi pemain Eropa di sepak bola Asia bukan hanya soal taktik dan fisik, tetapi juga soal mental dan emosional. Dukungan klub, lingkungan, serta kenyamanan keluarga sering kali menjadi faktor penentu keberlangsungan karier seorang pemain.
Persib kini menanti keputusan Federico Barba. Apakah ia akan bertahan dan melanjutkan kontribusinya bersama Maung Bandung, atau memilih pulang demi mendekatkan diri dengan keluarga. Apa pun hasilnya, kisah ini kembali menegaskan bahwa sepak bola bukan semata tentang skor dan trofi, melainkan juga tentang pilihan hidup.
