Mata siklon ini dikelilingi dinding mata, yakni area dengan angin paling kencang dan curah hujan tertinggi.
Menurut BMKG, usia rata-rata siklon tropis berkisar antara tiga hingga 18 hari. Sistem ini akan melemah ketika memasuki perairan dingin atau bergerak ke daratan, karena sumber energinya berasal dari panas laut.
Mengapa Jarang Terjadi di Indonesia?
Siklon Tropis Senyar dinilai sebagai kejadian tidak lazim karena terbentuk dari Bibit Siklon 95B di Selat Malaka, wilayah yang sempit dan dekat dengan garis khatulistiwa.
Fenomena serupa sebelumnya hanya tercatat pada Tropical Storm Vamei pada 2001 di Laut Natuna.
Indonesia secara geografis berada di wilayah ekuator, sehingga jarang dilintasi siklon tropis.
Hal ini disebabkan oleh pengaruh gaya Coriolis akibat rotasi Bumi, yang relatif lemah di sekitar khatulistiwa sehingga menyulitkan terbentuknya pusaran badai.
Baca Juga: Kejar Target Perekaman Penduduk 100 Persen, Mendagri Minta Ditjen Dukcapil Lebih Agresif
Meski demikian, siklon tropis yang terbentuk di sekitar Indonesia tetap dapat menimbulkan dampak tidak langsung, seperti hujan ekstrem, angin kencang, dan gelombang tinggi, akibat gangguan sistem cuaca skala regional.
Ancaman yang Kian Nyata
Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, menegaskan Indonesia tidak lagi sepenuhnya aman dari ancaman siklon tropis.
Pemanasan suhu laut di sekitar perairan Indonesia dinilai memperbesar peluang munculnya tekanan rendah yang dapat berkembang menjadi bibit siklon.
Catatan lima tahun terakhir menunjukkan siklon tropis semakin sering mendekati bahkan memasuki wilayah Indonesia, seperti Siklon Seroja pada 2021 yang menelan ratusan korban jiwa di Nusa Tenggara Timur, serta Cempaka dan Dahlia di wilayah selatan Jawa.
Mantan Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, juga mengungkap bahwa pemanasan suhu muka laut mempercepat siklus hidrologi, meningkatkan penguapan, dan memperkuat pembentukan awan hujan.
