JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Pengamat Tata Kota, Yayat Supriyatna, menyampaikan bahwa pentingnya mengetahui status kepemilikan tanah sebelum melakukan pembebasan, terutama dalam konteks tanah negara.
Hal itu diungkapkan, usai Pemprov Jakarta akan melakukan pembebasan lahan di Kelurahan Pengadegan, Jakarta Selatan, guna melakukan normalisasi pada Kali Ciliwung.
Menurut dia, pada era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, saat itu banyak tanah yang dikelola oleh individu atau organisasi yang mungkin memiliki status hukum yang tidak jelas.
Dia menyebut, sebelum melakukan pembebasan tanah, perlu ada kejelasan apakah tanah tersebut legal atau ilegal, dan apakah itu termasuk dalam kategori tanah negara.
Baca Juga: Normalisasi Kali Krukut 2026, Pemprov Jakarta Siapkan Pembebasan 1,52 Hektare Lahan
“Kalau itu tanah negara, berarti harus dibayar oleh negara. Ini harus diperjelas sejak awal,” ujar Yayat kepada Poskota, Senin, 24 November 2025.
Dia mencontohkan metode yang dilakukan oleh Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi (KDM) dalam penanganan masalah tanah.
KDM, menurut Yayat, memiliki proses yang transparan dan pertanyaan yang jelas tentang asal-usul tanah tersebut:
“Dari mana dapat tanahnya, membelinya dari siapa, dan apakah tanah tersebut memang milik negara atau bukan,” ucap Yayat.
Dengan cara ini, dikatakan Yayat, alokasi anggaran negara untuk pembebasan tanah bisa lebih tepat sasaran tanpa disertai anggaran terbuang atau korupsi yang melibatkan perantara.
Lebih lanjut, Yayat juga menyoroti bahwa penanganan banjir di Jakarta belum sepenuhnya tuntas.
Ia merujuk data dari Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang menyatakan bahwa kapasitas sungai harus ditingkatkan hingga tiga kali lipat agar bisa menampung volume air yang lebih banyak, mengingat permasalahan banjir yang kerap terjadi.
“Sungainya tidak pernah dinormalisasi, dan penanganan banjirnya tidak menyeluruh. Kita perlu tegas, jika tidak, masalah ini akan terus berulang,” kata Yayat.
Yayat juga mengusulkan solusi untuk warga yang tinggal di atas tanah negara. Ia mendorong agar mereka dipindahkan ke rumah susun yang berfungsi dengan baik dan diatur dengan rapi.
“Jika warga memiliki bukti kepemilikan yang sah, bayar sesuai ketentuan. Namun, jika tanah tersebut milik negara, harus ada langkah konkret untuk merelokasi mereka,” ungkapnya.
Baca Juga: Pemprov Normalisasi Kali Krukut Tahun Depan
Lebih lanjut, ia menegaskan pentingnya pengembangan hunian vertikal yang dapat menampung lebih banyak jumlah keluarga dalam satu area, sehingga mereka dapat menikmati lingkungan yang lebih tertata dan bebas dari banjir.
“Dengan mengelola rumah susun, warga dapat berpartisipasi dalam perawatan lingkungan, dan ini merupakan langkah menuju keadilan,” kata dia.
Yayat menyebut bahwa jika tuntutan dari warga hanya berfokus pada kompensasi ganti rugi, maka hal tersebut akan menjadi beban bagi pemerintah, terutama di tengah ketidakpastian status hukum tanah yang ada.
"Oleh karena itu, ada kebijakan yang lebih kesatria dan adil dalam menyelesaikan masalah tanah dan banjir di Jakarta," ujarnya. (cr-4)
