"Untuk tadi itu, ya, memperjelas, membuat kebijakan yang memperjelas bahwa perempuan dan anak seharusnya dilindungi," katanya.
Meski demikian, Rissalwan mengakui bahwa tantangan terbesar masih berada pada lingkup domestik.
Kekerasan di dalam keluarga lebih sulit terdeteksi, terutama pada kelompok masyarakat menengah ke bawah yang mengalami tekanan ekonomi dan ketimpangan relasi kuasa.
"Faktanya bisa jadi angka kekerasan ini lebih banyak terjadi di menengah ke bawah tadi, karena ada faktor struktural dan kultural," ujar Rissalwan.
Menurutnya, kebijakan pemerintah akan lebih efektif jika tidak hanya berhenti pada tingkat provinsi, tetapi dapat benar-benar menjangkau pola interaksi keluarga sehari-hari.
"Tapi, jika kebijakan ini bukan hanya kebijakan yang sifatnya mengawang-awang di tingkat provinsi, tapi bisa merasuk ke dalam interaksi keluarga, interaksi sosial di tingkat keluarga, saya kira ini akan lebih efektif," ungkap dia. (cr-4)
