Ia meyakinkan bahwa RKUHAP akan menjadi fondasi hukum yang berkeadilan, menggantikan KUHAP warisan kolonial Belanda yang selama ini menjadi utama sistem peradilan pidana nasional.
Baca Juga: Mabes Polri Ungkap Ada 300 Polisi Aktif yang Mengisi Jabatan di Kementerian dan Lembaga
14 Poin Substansi Revisi KUHAP yang Disepakati DPR
RKUHAP tidak sekadar mengubah, tetapi membangun ulang kerangka hukum acara pidana Indonesia. Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menjelaskan bahwa pembahasan RUU ini telah berlangsung sejak DPR menetapkannya sebagai usul inisiatif pada 18 Februari 2025.
Hasilnya adalah 14 substansi utama yang menjadi pilar perubahan, seperti dikutip dari situs dpr.go.id:
- Penyesuaian hukum acara pidana dengan perkembangan hukum nasional dan internasional.
- Penyesuaian nilai hukum acara pidana sesuai KUHP baru yang menekankan pendekatan restoratif, rehabilitatif, dan restitutif.
- Penegasan prinsip diferensiasi fungsional antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, dan pemimpin masyarakat.
- Perbaikan kewenangan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum serta penguatan koordinasi antarlembaga.
- Penguatan hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi, termasuk perlindungan dari ancaman dan kekerasan.
- Penguatan peran advokat sebagai bagian integral sistem peradilan pidana.
- Pengaturan mekanisme keadilan restoratif.
- Perlindungan khusus kelompok rentan seperti disabilitas, perempuan, anak, dan lansia.
- Penguatan perlindungan penyandang disabilitas dalam seluruh tahap pemeriksaan.
- Perbaikan pengaturan upaya paksa dengan memperkuat asas due process of law.
- Pengenalan mekanisme hukum baru seperti pengakuan bersalah dan penundaan penuntutan korporasi.
- Pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi.
- Pengaturan hak kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi bagi korban atau pihak yang dirugikan.
- Modernisasi hukum acara pidana untuk mewujudkan peradilan cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel.
Baca Juga: Denda Tilang Operasi Zebra 2025 Berapa? Segini Besaran dan Cara Mengurusnya
Beberapa poin krusial yang langsung mendapat perhatian publik antara lain pengaturan penyadapan yang lebih ketat dengan izin pengadilan, batasan waktu penahanan yang lebih jelas, serta penguatan peran hakim pengawas.
RKUHAP akhirnya menjadi realitas. Di satu sisi, ia dihadirkan sebagai instrument hukum modern yang menjawab tantangan zaman, mengedepankan keadilan restoratif, dan memperkuat hak-hak individu.
Dengan pengesahan ini, Indonesia memasuki babak baru sistem peradilan pidananya. Efektivitas dan dampak riil dari 14 substansi perubahan dalam RKUHAP kini menunggu ujian implementasi di lapangan.
