POSKOTA.CO.ID - Mantan Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), memberikan sebuah peringatan serius yang patut kita perhatikan secara global dan nasional. Ia mengemukakan bahwa nasionalisme ekstrem.
Khususnya yang dilakukan oleh negara besar dengan kekuatan militer dan veto dalam Perserikatan Bangsa‑Bangsa (PBB) bisa memicu konflik yang jauh lebih besar dari yang kita bayangkan saat ini: yakni potensi terjadinya Perang Dunia III.
Apa yang SBY Katakan
Melansir dari channel Youtube @Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya dalam orasinya, SBY menegaskan bahwa kondisi geopolitik dunia saat ini sangat berbeda dari era pasca-Perang Dunia II. Dulu, hanya ada dua bom besar yakni di Hiroshima dan Nagasaki yang mengguncang dunia. Kini, banyak negara yang secara lebih mudah memiliki senjata pemusnah massal.
Baca Juga: Gak Perlu Jago Foto, Cukup Copas! 8 Prompt Google Gemini AI untuk Hasil Foto Bak Model Majalah
SBY kemudian menjelaskan faktor-faktor utama yang membahayakan:
Persaingan antar negara besar seperti Amerika Serikat, Tiongkok (China) dan Rusia beserta sekutunya yang memunculkan perlombaan senjata.
Nasionalisme ekstrem yang bertindak sepihak, terutama oleh negara-negara yang punya hak veto di Dewan Keamanan PBB.
“Dengan nasionalisme yang ekstrem … dengan tindakan yang sepihak terutama negara-negara yang besar … terjadi kemunduran kerja sama global baik multilateral ataupun regional,” ujar SBY.
Melemahnya kerjasama multilateral dan regional, yang selama ini menjadi penahan bagi konflik antar negara besar. “Dunia sedang mengalami kemunduran dalam kerja sama global. Hal-hal ini harus dihentikan,” tambah SBY.
Namun, SBY juga memberi harapan: Perang Dunia III masih bisa dicegah, asalkan ada kesadaran, dialog terbuka, dan kerjasama nyata antar negara.
“Saya jenderal, saya ngerti geopolitik, saya ngerti hubungan internasional, saya mengerti peace and security. Anytime could happen … tetapi saya termasuk barisan yang … World War III yang sangat menakutkan tetap bisa dicegah. Can be prevented, can be avoided. If there is a will, there is a way.”
Mengapa Isu Ini Penting untuk Kita?
Dampak terhadap Indonesia dan kawasan: Indonesia sebagai negara besar di ASEAN dan aktif di forum-internasional perlu siap menghadapi dinamika yang berubah cepat, baik dari sisi stabilitas regional maupun diplomasi.
- Geopolitik & ekonomi global: Ketegangan seperti di Laut China Selatan, perlombaan senjata nuklir atau bahan penghancur massal, hingga konflik energi dan pangan bisa mempengaruhi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat secara global — termasuk Indonesia.
- Makna nasionalisme dalam konteks modern: Nasionalisme tidak salah. Tapi ketika berubah menjadi ekstrem — tanpa keseimbangan, dominasi unilateral, atau pengabaian terhadap kerjasama internasional — maka risiko konflik meningkat.
- Peran Indonesia sebagai penjembatan: Indonesia memiliki posisi strategis untuk mendorong diplomasi, pembangunan kerja sama multilateral, dan memperkuat tata kelola global menuju dunia yang lebih damai.
Baca Juga: Bojan Hodak dan Luka Modric Jadi Sorotan, Bobotoh Ramai Desak Gabung Persib Bandung?
Langkah-Nyata yang Disarankan
Perkuat diplomasi multilateral: Negara-negara besar dan kecil harus aktif di forum internasional, saling mendengarkan, dan menghindari tindakan sepihak yang memicu ketegangan.
- Kurangi perlombaan senjata: Seperti yang diingatkan SBY, persaingan persenjataan harus dihentikan untuk menghindari eskalasi konflik.
- Bangun kultur kerja sama regional: ASEAN, PBB, dan organisasi kawasan lainnya harus diperkuat agar menjadi jaringan keamanan non-militer yang efektif.
- Pendidikan & kesadaran publik: Masyarakat perlu memahami bahwa kekuatan militer bukan satu-satunya solusi — kolaborasi, dialog, dan perdamaian juga kunci.
- Pemimpin dunia menunjukkan komitmen nyata: Tanpa tekad kuat para pemimpin global untuk menghentikan nasionalisme ekstrem dan kerjasama terbuka, potensi konflik besar bisa lebih cepat terjadi dari yang diperkirakan.
Peringatan SBY bukan sekadar retorika politik. Ini adalah panggilan untuk kewaspadaan kolektif. Dengan kondisi dunia yang semakin kompleks.
Dari persenjataan massal, konflik regional yang dapat dengan cepat meluas, hingga nasionalisme ekstrem yang muncul maka perlu tindakan bersama. Meski potensi Perang Dunia III memang ada, namun seperti yang ditegaskan SBY: “ini bisa dicegah.”
Jika kita semua negara besar maupun kecil, masyarakat global maupun lokal memilih dialog, kerjasama, dan diplomasi daripada dominasi, maka dunia dapat menghindari skenario terburuk. Bahasa sederhana SBY: “Kekuatan militer penting, tapi kekuatan kerja sama internasional bisa jadi penahan yang lebih kuat.”
Mari kita jadikan ini sebagai refleksi bahwa nasionalisme yang sehat harus seimbang dengan tanggung-jawab global. Dan bahwa masa depan damai bukan hanya tugas para pemimpin dunia tetapi juga tanggung-jawab kita semua.
