POSKOTA.CO.ID - Seiring dengan penyelidikan terkait kasus ledakan di SMAN 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri mengungkapkan istilah baru bernama mimetic violence.
Juru Bicara Densus 88, AKBP Mayndra Eka Wardhana, menyebut aksi sang pelaku yang merupakan anak berhadapan dengan hukum (ABH) tidak berkaitan dengan jaringan teroris.
Melainkan, kata dia, hasil tersebut dari proses peniruan ekstrem terhadap kekerasan yang beredar di dunia maya.
“Yang bersangkutan hanya melakukan copycat atau peniruan saja karena itu sebagai inspirasi yang bersangkutan melakukan tindakan,” jelas Mayndra dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya.
Temuan itu sekaligus membuka perbincangan luas di masyarakat mengenai bagaimana kekerasan di dunia digital dapat memengaruhi perilaku anak muda di dunia nyata.
Lantas, apa itu Mimetic Violence? Istilah yang jadi sorotan dalam kasus ledakan di SMAN 72 Kelapa Gading, Jakarta Pusat.
Baca Juga: Densus 88 Ungkap Pelaku Bawa Tujuh Peledak dalam Insiden di SMAN 72 Jakarta Utara
Apa Itu Mimetic Violence?
Merunjuk dari Encyclopedia of Philosophy, mimetic violence atau kekerasan mimetik merupakan teori yang dikembangkan oleh filsuf asal Prancis, René Girard.
Girard menilai bahwa hasrat manusia untuk melakukan sesuatu, termasuk kekerasan, bukanlah murni lahir dari diri sendiri, melainkan hasil dari proses imitasi terhadap orang lain.
Dengan kata lain, seseorang tidak hanya meniru tindakan, tetapi juga meniru niat dan dorongan emosional di balik tindakan tersebut.
Dalam konteks kasus ledakan di SMAN 72 Jakarta, teori ini digunakan untuk menjelaskan bagaimana pelaku bisa terdorong melakukan tindakan berbahaya setelah terpapar berbagai konten kekerasan ekstrem di media sosial.
