AKBP Mayndra sendiri menyebut, pelaku telah menunjukkan ketertarikan terhadap konten kekerasan sejak awal tahun.
Ia merasa terisolasi, kesepian, dan menyimpan rasa dendam terhadap perlakuan di lingkungannya.
Kondisi emosional tersebut, kata dia, membuatnya mencari pelarian melalui komunitas daring yang mengagungkan kekerasan.
“Yang bersangkutan sempat mencari situs-situs yang menampilkan kekerasan dan kematian secara keji, bahkan bergabung dengan komunitas media sosial yang mengagungkan kekerasan,” terang Mayndra.
Di dalam komunitas semacam itu, pelaku menemukan ruang yang salah kaprah, di mana tindakan kekerasan justru dielu-elukan sebagai bentuk keberanian.
Densus 88 menegaskan, simbol dan tulisan yang ditemukan pada airsoft gun pelaku hanyalah hasil dari peniruan terhadap tokoh-tokoh ekstrem yang sering disebut dalam komunitas tersebut.
“Simbol-simbol tersebut bukan relasi komunitas atau afiliasi ideologis. ABH hanya sekadar terinspirasi dari tokoh-tokoh itu tanpa ada hubungan langsung,” tegas Mayndra.
Densus 88 juga menemukan sedikitnya enam figur yang menjadi inspirasi pelaku.
Diantaranya antara lain Eric Harris dan Dylan Klebold (pelaku penembakan Columbine, AS, 1999), Dylann Roof (Charleston, 2015), Alexandre Bissonette (Quebec, 2017), Vladislav Roslyakov (Kerch Polytechnic, 2018), Brenton Tarrant (Christchurch, 2019), dan Nathalie Lynn Rupnow (AS, 2024).
Baca Juga: Pemerintah Kaji Pembatasan Game Online dan Anti-Bullying Usai Ledakan SMAN 72 Jakarta, Soroti PUBG
Meski banyak ideologi ekstrem yang disebut dalam catatan pelaku, Densus 88 menegaskan bahwa tidak ada konsistensi ideologis yang menunjukkan keterlibatan langsung dengan kelompok tertentu.
“Yang bersangkutan hanya mempelajari dan meniru. Banyak ideologi yang muncul dalam catatannya, tetapi tidak ada satu pun yang konsisten diikuti. Ini menunjukkan bahwa tindakannya hanya sekadar terinspirasi,” kata Mayndra.
