Mahfud MD Terus Terang: Ada Lobi DPR dan Kemenkeu di Balik Uang Gelap Rp349 Triliun Era Jokowi?

Jumat 07 Nov 2025, 10:38 WIB
Lagi-Lagi Mahfud MD Bikin Geger! Bongkar Lobi Panas DPR dan Kemenkeu di Balik Kasus Pencucian Uang Rp349 Triliun (Sumber: Youtube/@MahfudMD)

Lagi-Lagi Mahfud MD Bikin Geger! Bongkar Lobi Panas DPR dan Kemenkeu di Balik Kasus Pencucian Uang Rp349 Triliun (Sumber: Youtube/@MahfudMD)

POSKOTA.CO.ID - Nama Mahfud MD kembali jadi sorotan publik setelah kemunculannya di podcast “Terus Terang” yang tayang di YouTube.

Dalam tayangan berdurasi lebih dari 50 menit itu, mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) ini kembali membongkar kisah lama: kasus pencucian uang senilai Rp349 triliun yang sempat mengguncang Indonesia pada 2023.

Mahfud dengan lugas menuturkan bahwa di balik kasus tersebut ada lobi-lobi politik dari kalangan DPR dan Kementerian Keuangan yang berupaya menghentikan proses hukum. Pernyataan ini langsung memantik perdebatan hangat di berbagai kalangan.

Baca Juga: Produser Bocorkan Petunjuk Pemeran Perempuan di Film Dilan ITB 1997 yang Akan Jadi Pasangan Ariel NOAH

Dugaan Lobi dan Intervensi Hukum

Melansir dari channel podcast Youtube @MahfudMD, Mahfud mengungkapkan adanya tekanan politik agar aparat penegak hukum tidak melanjutkan penyelidikan.

“Ada lobi-lobi dari Menteri Keuangan, ada dari Kementerian Keuangan, ya bisa juga Menteri Keuangan agar itu tidak dilanjutkan,” ujar Mahfud.

“Kenapa saya tahu? Karena ke saya juru lobinya tuh orang DPR, orang penting di DPR,” lanjutnya.

Menurut Mahfud, upaya tersebut bukan sekadar isu — melainkan terjadi secara langsung. Bahkan, ada anggota DPR yang datang menemuinya dan meminta agar Kejaksaan Agung menghentikan penyelidikan kasus itu.

Kisah ini memperlihatkan bagaimana politik sering kali ikut campur dalam urusan hukum, terutama ketika kasusnya menyentuh institusi strategis seperti Kemenkeu.

Budaya Protektif di Kementerian Keuangan

Mahfud juga menyoroti adanya budaya proteksi internal di Kemenkeu. Ia menyinggung momen perbincangannya dengan Sri Mulyani kala masih menjabat Menko Polhukam.

“Bu Sri Mulyani pernah ketemu saya ketika kasus itu. Saya bilang, ‘Bu, ini seharusnya dilanjutkan.’ Tapi dia bilang, ‘Pak, saya gak setuju kalau anak buah saya dihukum, mereka korban institusi lain,’” ungkap Mahfud.

Sikap “melindungi” bawahan ini, menurut Mahfud, menjadi salah satu alasan mengapa kasus-kasus besar di Kemenkeu sering berhenti di tengah jalan.

Bahkan, beberapa pejabat yang masuk daftar tindak pidana pencucian uang (TPPU) masih aktif bekerja dan berpengaruh dalam kebijakan strategis.

Politik dan Kekuasaan di Balik Kasus Rp349 Triliun

Kasus ini bermula dari temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 2023, yang mendeteksi transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun di lingkungan Kemenkeu — terutama di Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai.

Sebagai Ketua Komite TPPU saat itu, Mahfud menyampaikan laporan kepada DPR. Namun, alih-alih ditindaklanjuti, laporan itu justru diperdebatkan dan dipolitisasi.

“Saya kan dituduh salah soal data itu. Tapi di Komisi III DPR akhirnya terbukti data saya benar. Tapi DPR bilang, gak usah bikin pansus, cukup Menko Polhukam aja,” ungkap Mahfud.

Keputusan DPR untuk tidak membentuk Panitia Khusus (Pansus) dianggap sebagai bukti lemahnya kemauan politik untuk menuntaskan kasus besar.

Baca Juga: Polsek Pesanggrahan Tangkap 14 Pelajar Pelaku Tawuran di Pesanggrahan Jaksel

Dampak Politik dan Kepercayaan Publik

Kasus Rp349 triliun menjadi contoh bagaimana kekuasaan dan hukum di Indonesia sering berjalan tidak seimbang.

Ketika proses hukum bisa “dinegosiasikan” oleh elit politik, maka kepercayaan publik terhadap sistem penegakan hukum otomatis menurun.

Fenomena ini bukan hal baru. Dari era ke era, kasus serupa menunjukkan pola yang sama: ketika menyentuh pejabat tinggi atau institusi penting, proses hukum cenderung melemah.

Kini, di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, kursi Menteri Keuangan telah beralih ke Purbaya Yudhi Sadewa. Mahfud berharap era baru ini mampu memutus rantai lama perlindungan struktural di tubuh Kemenkeu.

Ia menilai langkah Purbaya yang berani menyoroti isu perlindungan terhadap aparat pajak dan bea cukai sebagai awal yang baik.

“Kalau Pak Prabowo sudah bilang sikat, ya sikat,” ujar Mahfud, menegaskan dukungannya terhadap langkah reformasi birokrasi.

Dengan dukungan politik dari pucuk pimpinan negara, publik kini berharap ada komitmen nyata untuk menuntaskan kasus besar seperti Rp349 triliun.

Pernyataan Mahfud MD seolah membuka kembali luka lama dalam sistem hukum Indonesia — tentang bagaimana kekuasaan bisa menekan proses hukum dan mengaburkan kebenaran.

Kasus Rp349 triliun bukan hanya tentang angka fantastis atau pejabat yang terlibat, tetapi juga tentang tata kelola negara dan moralitas kekuasaan.

Kini, masyarakat menunggu, apakah pemerintahan baru benar-benar berani membongkar dan menuntaskan warisan gelap itu Ataukah kisah ini hanya akan menjadi satu bab lagi dalam sejarah panjang kompromi antara politik dan keadilan?


Berita Terkait


News Update