KEBAYORAN BARU, POSKOTA.CO.ID – Polda Metro Jaya menegaskan penetapan delapan tersangka dalam kasus tuduhan ijazah palsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) murni penegakan hukum tanpa unsur politik.
“Penanganan perkara ini murni penegakan hukum. Semua tahapan dilakukan secara profesional, proporsional, transparan, dan akuntabel,” ujar Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri di Jakarta Selatan, Jumat, 7 November 2025.
Asep mengatakan seluruh proses penyelidikan dilakukan melibatkan unsur pengawasan dan ahli lintas bidang.
“Dengan hasil penyidikan yang komprehensif dan dukungan para ahli, penyidik akhirnya menetapkan delapan orang tersangka,” kata Asep.
Baca Juga: 8 Nama Tersangka Kasus Hoaks Ijazah Palsu Jokowi
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Iman Imanuddin menyebut kelima tersangka klaster pertama adalah Eggi Sudjana, Kurnia Tri Rohyani, Damai Hari Lubis, Rustam Effendi, dan Muhammad Rizal Fadillah.
Klaster kedua terdiri dari Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianipar, dan dr. Tifa.
“Terkait dua klaster ini, pembagian didasarkan pada fakta hasil penyidikan. Setiap tersangka memiliki peran dan tindakan hukum berbeda, sehingga pertanggungjawaban hukumnya pun disesuaikan,” jelas Iman.
Polisi memastikan segera memanggil para tersangka untuk pemeriksaan pertama sebagai tersangka.
“Setelah ini kami akan mengirimkan surat panggilan kepada yang bersangkutan. Kami berharap para tersangka bisa memenuhi panggilan penyidik untuk memberikan klarifikasi dalam berita acara pemeriksaan,” ujar Iman.
Meski status tersangka telah ditetapkan, belum ada penahanan.
“Terkait kewenangan yang diberikan undang-undang terhadap penyidik dalam hal penahanan, tentu ada beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan. Nanti akan diputuskan setelah pelaksanaan pemeriksaan terhadap tersangka,” kata Asep.
Baca Juga: Misteri Dua Kerangka Manusia di Gedung ACC Kwitang Terungkap
Polisi juga akan berkoordinasi dengan Kejaksaan untuk proses hukum berikutnya.
“Penyidik akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi Jakarta untuk proses hukum lebih lanjut,” ucap Asep.
Seluruh tersangka dijerat pasal berbeda sesuai klasternya. Klaster pertama dijerat Pasal 310 KUHP dan atau Pasal 311 KUHP dan atau Pasal 160 KUHP dan atau Pasal 27A jo Pasal 45 Ayat 4 dan atau Pasal 28 Ayat 2 jo Pasal 45A Ayat 2 UU ITE.
Klaster kedua dijerat Pasal 310 KUHP dan atau Pasal 311 KUHP dan atau Pasal 32 Ayat 1 jo Pasal 48 Ayat 1 dan atau Pasal 35 jo Pasal 51 Ayat 1 dan atau Pasal 27A jo Pasal 45 Ayat 4 dan atau Pasal 28 Ayat 2 jo Pasal 45A Ayat 2 UU ITE.
Kriminalisasi
Sementara itu, Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Roy Suryo angkat bicara usai ditetapkan sebagai salah satu tersangka dalam kasus dugaan tuduhan ijazah palsu Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Roy menilai penetapan status tersangka terhadap dirinya merupakan bentuk kriminalisasi terhadap upaya penelitian dan keterbukaan informasi publik.
“Ini akan menjadi preseden buruk kalau ada seseorang yang meneliti dokumen publik kemudian ditersangkakan dan dikriminalisasi,” ujar mantan Politikus Partai Demokrat itu saat ditemui di Mabes Polri.
Roy Suryo beralasan, penelitian yang dilakukannya berkaitan dengan dokumen publik, bukan bersifat pribadi. Ia mengeklaim sebagai pemerhati telematika memiliki hak hukum dan hak untuk melakukan penelitian atas keterbukaan informasi publik, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 dan Pasal 28F UUD 1945.
Namun ia tetap menghormati proses hukum yang berjalan.
Baca Juga: Polda Metro Jaya Tetapkan Roy Suryo dkk sebagai Tersangka Kasus Ijazah Palsu Jokowi
“Saya dengar ada dua klaster, klaster pertama lima orang, klaster kedua tiga orang. Saya juga perlu menghaturkan selamat untuk rekan saya, Pak Mikael, yang terbebas dari klaster itu,” ucap Roy Suryo.
Meski demikian, Roy menegaskan dirinya tidak akan terprovokasi atau bersikap emosional atas penetapan tersebut.
Ia mengaku akan mengikuti proses hukum dengan tenang dan menyerahkan seluruh langkah kepada tim kuasa hukumnya, termasuk kemungkinan mengajukan praperadilan.
“Saya tetap menghormati penetapan ini. Tapi masyarakat sebaiknya juga menunggu prosesnya dengan sabar. Kalau saya tidak salah dengar, tidak ada perintah langsung untuk dilakukan penahanan. Jadi ini jelas dan tegas,” ujarnya.
