“Di kalangan Dinas PUPR-PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah ‘jatah preman’,” tegasnya.
Tekanan ini akhirnya berhasil. Sekretaris Dinas bersama seluruh Kepala UPT menyetujui pemberian fee sebesar 5 persen untuk Gubernur. Kesepakatan ilegal ini kemudian dilaporkan kepada Kepala Dinas menggunakan kode “7 batang” yang berarti Rp7 miliar.
Baca Juga: KPK Tetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid Tersangka Korupsi
Tanggapan dan Status Hukum
Merespons penangkapan ini, mantan penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap menyoroti pola ini di Riau. Lewat unggahan di media sosial, ia menulis, “Sah, Akhirnya Gubernur Riau ke-4 yang kena kasus korupsi di KPK.” Ia juga menegaskan, “Terungkap jatah preman dari nilai proyek anggaran.”
Atas perbuatannya, KPK telah menetapkan Abdul Wahid, Muhammad Arief Setiawan (Kadis PUPR-PKPP), dan Dani M. Nursalam (Tenaga Ahli Gubernur) sebagai tersangka. Mereka didakwa melanggar Pasal 12e dan/atau pasal 12f dan/atau pasal 12B UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini kembali mencoreng tata kelola pemerintahan dan menyurutkan kepercayaan publik, menunjukkan bahwa praktik pungutan liar dengan kedok proyek pembangunan masih menjadi momok yang harus diberantas.
