KPK Ungkap Modus Jatah Preman Gubernur Riau Senilai Rp7 M di Proyek Jembatan dan Jalan

Kamis 06 Nov 2025, 11:24 WIB
Gubernur Riau Abdul Wahid mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu, 5 November 2025. (Sumber: Poskota/Bilal Nugraha Ginanjar)

Gubernur Riau Abdul Wahid mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu, 5 November 2025. (Sumber: Poskota/Bilal Nugraha Ginanjar)

POSKOTA.CO.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap praktik suap yang melibatkan Gubernur Riau, Abdul Wahid, yang diduga meminta "jatah preman" sebesar Rp7 miliar dari penggelembungan anggaran proyek jalan dan jembatan.

Modus ini terungkap berkat laporan masyarakat yang berujung pada Operasi Tangkap Tangan (OTT). Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, memaparkan bahwa kasus ini berawal dari sebuah pertemuan rahasia pada Mei 2025.

“Fee tersebut atas penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I–VI Dinas PUPR PKPP,” kata Johanis Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu, 5 November 2025.

Baca Juga: Praktik Jatah Preman, Gubernur Riau Abdul Wahid Resmi jadi Tersangka Korupsi Rp1,6 Miliar

Lonjakan Drastis dan Negosiasi "Fee"

Hasil penyelidikan KPK menemukan bahwa anggaran program pembangunan jalan dan jembatan di Pemprov Riau mengalami kenaikan yang sangat signifikan.

Anggaran tersebut membengkak hingga 147 persen, dari Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar untuk tahun anggaran 2025.

Dalam pertemuan yang digelar Sekretaris Dinas PUPR-PKPP Riau, Ferry Yunanda, dengan enam Kepala UPT, dibahas kesanggupan memberikan fee untuk Gubernur.

Ferry kemudian melaporkan hal ini kepada Kepala Dinas PUPR-PKPP Riau, Muhammad Arief Setiawan, dengan menawarkan fee sebesar 2,5 persen dari nilai proyek.

Namun, tawaran itu ditolak. “MAS (Muhammad Arief Setiawan) yang merepresentasikan AW (Abdul Wahid) meminta fee sebesar 5 persen atau Rp 7 miliar,” ungkap Tanak.

Ancaman dan Istilah "Jatah Preman"

KPK mengungkapkan bahwa Abdul Wahid tidak segan menggunakan kekuasaannya untuk memastikan permintaannya dipenuhi.

Melalui Arief, Gubernur mengancam akan mencopot atau memutasi pejabat di lingkungan Dinas PUPR-PKPP yang menolak menyetor.


Berita Terkait


News Update