“Kalau banjir gede baru rumah kena. Jadi sebelum itu, saya udah standby di warung,” ucap dia.
Menurutnya, komunikasi antarwarga menjadi kunci. Informasi soal kenaikan air biasanya datang dari sesama penghuni bantaran kali, diteruskan ke RT dan RW, lalu diumumkan lewat pengeras suara.
“Kalau air kali udah naik, warga di pinggir langsung kasih tahu ke RT, terus diumumin lewat toa. Pas diumumin itu baru kita buru-buru ngamanin barang,” katanya.
Ia juga menyiapkan perlengkapan sederhana setiap musim hujan. Baju dan dokumen penting ia simpan di lantai dua, sementara kulkas, TV, dan piring ia letakkan di atas meja agar tidak terendam.
“Kalau banjir parah, saya bisa dua hari di warung. Jadi udah biasa sih, cuma tetap deg-degan,” tutur dia.
Baca Juga: Kemang Lumpuh Diterjang Banjir, Pramono Beberkan Penyebabnya
Sementara itu, Iyumm 55 tahun, warga lain, menyebutkan, koordinasi warga berjalan baik setiap kali musim hujan datang.
“Persiapannya ya itu, pakaian ditaruh di lantai dua, barang berat kayak kulkas ditaruh di atas meja. Kalau udah siaga 1, RT-RW langsung umumkan di toa mushola,” kata dia.
Ia menilai sistem siaga banjir di lingkungan mereka sudah cukup tertata. Setiap kali status naik ke Siaga 1, warga sudah tahu apa yang harus dilakukan.
“Kalau air udah sampai satu lantai rumah atau udah di atas kepala orang dewasa, kita ngungsi ke SMP Negeri 26 atau ke kelurahan,” ujarnya.
Baca Juga: Update Banjir Jakarta, 54 RT Terendam Usai Diguyur Hujan Deras
Bagi warga Kebon Pala, hidup berdampingan dengan ancaman banjir sudah menjadi bagian dari rutinitas tahunan. Meski lelah, mereka belajar untuk tidak panik dan saling bantu. (cr-4)
