PONDOK GEDE, POSKOTA.CO.ID - Sekretaris Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bekasi, Warsim Suryana, membantah tudingan bahwa pihaknya menormalisasi kasus perundungan (bully) terhadap seorang siswa SDN Jatibening Baru 2, Kecamatan Pondok Gede, Kota Bekasi, seperti yang diberitakan sebelumnya.
“Saya katakan tidak benar, ya. Pertama, karena kejadian itu dimulai bulan Mei. Pada saat kejadian itu, besoknya sudah dimediasi oleh pihak sekolah dan tercapai kesepakatan antara pihak korban dan pelaku,” ujar Warsim saat ditemui di Kantor Disdik Kota Bekasi, Senin, 27 Oktober 2025.
Namun, kesepakatan tersebut tak berjalan sesuai rencana. Pihak keluarga korban akhirnya melapor ke kepolisian, KPAI, serta aparatur setempat di Kecamatan Pondok Gede.
“Kurang lebih bulan Juli, ibu korban datang mengadu ke Disdik terkait aksi bullying di SDN Jatibening Baru 2. Kami tindaklanjuti dengan memanggil kepala sekolah, wali kelas, dan pihak korban untuk mediasi,” katanya.
Dalam mediasi itu, kata Warsim, pihak korban mengajukan tiga tuntutan, yakni agar pelaku dihukum seberat-beratnya, tidak diterima di sekolah mana pun, serta wali kelas dan kepala sekolah diberikan sanksi.
Baca Juga: Kekeyi Ngaku Mentalnya Hancur Usai Namanya Disebut dalam Kasus Bullying dan Tewasnya Timothy Unud
“Karena ini sudah berproses di kepolisian, ya biarlah proses hukum yang berjalan. Dan kami mengacu pada Undang-Undang Perlindungan Anak. Jadi bukan berarti ada pembiaran,” ucapnya.
Menanggapi isu adanya pemalakan atau premanisme di sekolah tersebut, Warsim menyebut hal itu muncul karena adanya kesalahpahaman di antara siswa.
“Memang betul korban sering mentraktir teman-temannya, itu berdasarkan laporan wali kelas dan kepala sekolah. Saat tidak ditraktir lagi, teman-temannya menagih, dan dari situ seolah-olah terjadi pemalakan,” ungkapnya.
Terkait tuntutan orang tua korban yang ingin pelaku dilarang bersekolah di mana pun, Warsim menegaskan bahwa hal itu tidak bisa dilakukan karena pendidikan merupakan hak semua warga negara.
“Nah, soal larangan sekolah itu nanti proses hukum yang menentukan, bukan kami. Hak pendidikan itu hak semua warga. Kami menunggu proses hukum berjalan untuk menentukan sanksi apa yang akan diterima,” ujarnya.
