“Yang namanya negeri, awalnya seperti ini. Lama status USB itu tergantung pemerintah dalam mendirikan bangunannya dan menyiapkan anggarannya. Selama menumpang, statusnya tetap USB,” ucapnya.
Saat ini, seluruh guru USB SMPN 62 merupakan tenaga pendidik dari SMPN 19 Kota Bekasi, dengan total 16 guru dan 3 tenaga tata usaha. Sistem belajar pun dilakukan dalam dua shift karena keterbatasan ruang kelas.
“Guru-gurunya semua dari SMP 19. Setelah resmi berdiri sebagai sekolah negeri, baru akan dipisahkan,” tuturnya.
Meski kondisi sekolah memprihatinkan, para guru tetap berusaha sabar dan ikhlas menjalankan tugas.
“Sebagai tenaga pengajar, kami harus siap ditempatkan di mana saja dengan kondisi apa pun. Sekarang yang bisa kami lakukan hanya bersabar dan tetap ikhlas,” katanya.
Ia berharap, pemerintah segera memberikan perhatian serius supaya para siswa bisa belajar dengan layak dan aman.
“Saya ingin anak-anak merasakan fasilitas yang memadai dan nyaman. Kalau terus belajar lesehan, kasihan mereka. Untuk kegiatan lomba atau eskul saja, kami harus ke SMP 19 dulu,” ujarnya.
Baca Juga: Pemkot Bekasi Bongkar Ratusan Bangunan Liar di Atas Lahan Milik Perum Jasa Tirta
Nur Abidah, 15 tahun, siswi kelas 9B, menceritakan, kondisi sekolah sudah rusak sejak pertama kali ia belajar di sana dan belum pernah mendapat perbaikan berarti.
“Sejak saya masuk sekolah kondisinya sudah seperti ini. Pernah atapnya tiba-tiba roboh pas kami lagi belajar. Kalau hujan pasti bocor, jadi kami harus ngepel dan bersihin air. Bangku juga banyak yang rusak dan hilang,” tuturnya.
Kondisi serupa juga dialami Nadila Aida, siswi kelas 8B, yang kerap harus belajar tanpa meja dan kursi karena keterbatasan fasilitas.