Catat! Titik Lokasi Demo Buruh 30 September di Jakarta dan Isu Upah Minimum 2026

Senin 29 Sep 2025, 19:03 WIB
Aksi Buruh Kembali Guncang Jakarta, Berikut Titik Lokasi dan Isu Utama 30 September 2025 (Sumber: Pinterest)

Aksi Buruh Kembali Guncang Jakarta, Berikut Titik Lokasi dan Isu Utama 30 September 2025 (Sumber: Pinterest)

POSKOTA.CO.ID - Setiap tahun, menjelang penetapan upah minimum, isu perburuhan selalu kembali mengemuka. Tahun 2025 menjadi periode yang krusial karena para buruh menilai kondisi ekonomi, inflasi, dan biaya hidup terus meningkat, sementara kebijakan upah dinilai belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan hidup layak.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menegaskan bahwa aksi 30 September bukan hanya sekadar protes tahunan, melainkan upaya menegakkan keadilan sosial.

“Kami meminta pimpinan DPR menerima kedatangan buruh agar dapat menyampaikan tiga hal penting, salah satunya soal kenaikan upah minimum 2026,” ujarnya pada konferensi pers di Jakarta, Rabu (24/9/2025).

Dengan menyoroti isu struktural seperti outsourcing, upah murah, dan regulasi ketenagakerjaan, aksi ini diharapkan menjadi momentum konsolidasi buruh di seluruh Indonesia.

Baca Juga: Sinopsis Film Jembatan Shiratal Mustaqim, Horor Berbalut Religi yang Mengerikan

Detail Aksi Unjuk Rasa

Berdasarkan informasi resmi dari akun Instagram @kspi_citu, berikut detail pelaksanaan demo:

  • Hari/Tanggal: Selasa, 30 September 2025
  • Waktu: biasanya dimulai pukul 10.00 WIB (jadwal resmi menunggu konfirmasi)
  • Lokasi Utama: depan Gedung DPR/MPR RI, Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakarta

Diperkirakan ribuan buruh dari berbagai daerah akan hadir, membawa atribut organisasi dan poster tuntutan.

Tuntutan Utama Demo Buruh 30 September 2025

1. Menolak Praktik Outsourcing

Outsourcing masih menjadi isu klasik dalam dunia kerja. Bagi buruh, sistem ini menempatkan pekerja pada posisi yang lemah karena:

  • Kontrak tidak tetap membuat mereka sulit mendapat kepastian kerja.
  • Hak normatif terbatas, terutama terkait jaminan sosial, cuti, dan pesangon.
  • Posisi tawar rendah, sehingga rentan pada pemutusan hubungan kerja sepihak.

Buruh menuntut revisi aturan agar outsourcing dibatasi hanya pada pekerjaan tertentu atau bahkan dihapuskan.

2. Menolak Sistem Upah Murah (HOSTUM)

Istilah HOSTUM (Honorarium Sistem Upah Murah) mencerminkan praktik pemberian upah di bawah standar layak. Buruh menilai sistem ini:

  • Mengeksploitasi tenaga kerja.
  • Membuat pekerja sulit memenuhi kebutuhan dasar, termasuk pangan, perumahan, dan pendidikan.
  • Berlawanan dengan prinsip Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang menjadi dasar perhitungan upah minimum.

Penolakan HOSTUM merupakan simbol perjuangan melawan ketidakadilan struktural dalam kebijakan pengupahan.

3. Mendesak DPR Agar RUU Ketenagakerjaan Pro-Buruh

Dewan Perwakilan Rakyat RI tengah membahas RUU Ketenagakerjaan. Buruh menilai pembahasan tersebut harus transparan dan berpihak pada pekerja. Mereka menekankan agar regulasi nantinya:

  • Memperkuat perlindungan hukum terhadap pekerja.
  • Menjamin jaminan sosial dan kesehatan.
  • Menghapus regulasi yang hanya menguntungkan pengusaha.

Jika tidak berpihak pada pekerja, buruh khawatir regulasi baru justru memperburuk kondisi ketenagakerjaan nasional.

4. Menuntut Kenaikan Upah Minimum 2026

Tuntutan paling menonjol adalah kenaikan upah minimum tahun 2026 sebesar 8,5% hingga 10,5%. Dasar perhitungan tuntutan ini meliputi:

  • Inflasi tahunan yang memengaruhi biaya hidup.
  • Pertumbuhan ekonomi nasional yang dinilai positif.
  • Indeks kebutuhan dasar yang semakin meningkat.

Kenaikan ini diharapkan mampu menyeimbangkan daya beli pekerja agar dapat memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL).

Konteks Ekonomi dan Politik Tuntutan Buruh

Kenaikan Biaya Hidup

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), biaya hidup di kota-kota besar terus mengalami kenaikan. Harga kebutuhan pokok, transportasi, hingga pendidikan menekan daya beli masyarakat kelas pekerja.

Regulasi Ketenagakerjaan

Sejak diberlakukannya Omnibus Law Cipta Kerja, banyak serikat buruh menilai posisi pekerja semakin lemah. Aksi 30 September 2025 menjadi bagian dari kritik terhadap regulasi yang dinilai lebih condong ke investor dibanding pekerja.

Dialog Sosial yang Terbatas

Buruh menilai dialog sosial dengan pemerintah dan DPR masih minim. Oleh karena itu, unjuk rasa dipilih sebagai sarana paling efektif untuk menyuarakan aspirasi.

Dampak Aksi terhadap Publik dan Pemerintah

  1. Terhadap Pekerja:
    Aksi ini memberikan semangat solidaritas antarserikat pekerja dan memperkuat posisi tawar mereka.
  2. Terhadap Pemerintah dan DPR:
    Tekanan publik diharapkan mendorong lahirnya regulasi ketenagakerjaan yang lebih adil.
  3. Terhadap Ekonomi:
    Kenaikan upah minimum sering kali menimbulkan perdebatan. Dari sisi buruh, kenaikan diperlukan untuk kesejahteraan. Dari sisi pengusaha, kenaikan dianggap bisa meningkatkan biaya produksi.

Mengapa Aksi 30 September 2025 Penting?

  • Momentum penetapan UMP/UMK 2026 yang biasanya diumumkan pada akhir tahun.
  • Simbol perlawanan terhadap sistem yang dianggap eksploitatif.
  • Panggung konsolidasi serikat pekerja lintas sektor.

Demo ini bukan hanya aksi tahunan, melainkan refleksi hubungan industrial yang masih penuh tantangan di Indonesia.

Baca Juga: Jangan Panik! Ini 5 Cara Selamatkan HP Anda Setelah Ketumpahan Air

Tantangan dan Prospek Perjuangan Buruh

Tantangan

  • Fragmentasi serikat buruh yang kadang berbeda strategi.
  • Resistensi dari pengusaha terhadap tuntutan kenaikan upah.
  • Kebijakan pemerintah yang berorientasi investasi.

Prospek

Jika aspirasi buruh berhasil masuk ke ranah legislasi, masa depan ketenagakerjaan Indonesia bisa lebih menjamin kesejahteraan.

Aksi unjuk rasa buruh pada 30 September 2025 di Jakarta bukan sekadar demonstrasi, melainkan representasi perjuangan kolektif untuk:

  1. Menolak outsourcing.
  2. Menolak sistem upah murah (HOSTUM).
  3. Mendesak DPR agar berpihak pada pekerja.
  4. Memperjuangkan kenaikan upah minimum 2026 sebesar 8,5–10,5%.

Dengan latar belakang ekonomi yang penuh tekanan, aksi ini mencerminkan pentingnya dialog sosial dan regulasi yang adil. Buruh berharap pemerintah dan DPR dapat mendengarkan suara mereka sebagai bagian dari demokrasi yang sehat.


Berita Terkait


News Update