POSKOTA.CO.ID - Pemakaian sirene dan lampu strobo yang bising dan mengejutkan kerap memicu penolakan masyarakat.
Pasalnya, banyak kendaraan pribadi berpelat hitam atau putih yang memakainya tanpa hak, sehingga dianggap sebagai bentuk penyalahgunaan.
Aksi menolak memberi jalan bagi mobil berstrobe selain kendaraan darurat seperti ambulans dan pemadam kebakaran kini ramai dibicarakan di media sosial.
Sejumlah warganet bahkan mengunggah video saat mereka sengaja mengabaikan kendaraan pribadi yang menggunakan sirene. Fenomena ini kemudian mendapat sorotan berbagai pihak, mulai dari DPR hingga Istana.
Baca Juga: Jokowi Selalu Absen, Presiden Prabowo Subianto Siap Berpidato di Sidang Majelis Umum PBB
Padahal, aturan soal penggunaan sirene dan strobo sudah diatur jelas dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Hanya kendaraan tertentu yang berhak memakainya, dengan ketentuan warna lampu dan sirene yang berbeda:
- Biru + sirene: khusus kendaraan Kepolisian RI.
- Merah + sirene: kendaraan tahanan, TNI untuk pengawalan, ambulans, pemadam kebakaran, Palang Merah, rescue, serta pengantar jenazah.
- Kuning tanpa sirene: kendaraan patroli jalan tol, pengawas sarana lalu lintas, pembersih fasilitas umum, derek, serta angkutan barang khusus.
Sementara itu, kendaraan yang berhak mendapat prioritas di jalan raya hanya ada 7 golongan, yaitu:
- Pemadam kebakaran saat bertugas
- Ambulans yang membawa pasien
- Kendaraan pertolongan kecelakaan lalu lintas
- Kendaraan pimpinan lembaga negara
- Kendaraan pejabat atau tamu negara asing dan lembaga internasional
- Iring-iringan pengantar jenazah
- Konvoi atau kendaraan berkepentingan khusus dengan izin kepolisian
Baca Juga: Laporan KPK Catat Harta Wahyudin Moridu Minus Meski Berasal dari Keluarga Elit Politik
Bagi yang melanggar, Pasal 287 ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009 menyebutkan sanksinya berupa kurungan maksimal satu bulan atau denda Rp250 ribu.
Namun, banyak pihak menilai hukuman ini terlalu ringan sehingga tidak memberi efek jera.
“Sudah saatnya aturan direvisi, baik pidana maupun dendanya perlu diperberat agar pelanggar benar-benar jera,” ujar pengamat transportasi Djoko Setijowarno.