Pro Kontra Pemilik Warteg tentang Kawasan Bebas Rokok di Jakarta

Senin 15 Sep 2025, 14:21 WIB
Ilustrasi warteg. (Sumber: Poskota/Muhammad Tegar Jihad)

Ilustrasi warteg. (Sumber: Poskota/Muhammad Tegar Jihad)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Panitia Khusus (Pansus) DPRD Jakarta tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang akan diberlakukan di sejumlah titik.

Rencana tersebut menuai pro dan kontra di kalangan pelaku usaha warteg. Sebagian khawatir pendapatan mereka akan berkurang, sedangkan lainnya menilai bisa menciptakan suasana makan lebih nyaman.

Anto, 24 tahun, pedagang Warteg Satrio Jaya di Kayu Tinggi, Jakarta Timur, menyampaikan ketidaksetujuannya atas kebijakan tersebut. Menurutnya, mayoritas pelanggan warteg kerap merokok setelah makan.

"Saya nggak setuju sih, karena kan biasanya kalau habis makan orang langsung ngerokok, apalagi yang cowok. Kalau ada kebijakan ini, pasti omset bakal turun," kata Anton kepada Poskota, Senin, 15 September 2025.

Baca Juga: Pansus Pastikan Raperda Kawasan Tanpa Rokok Jakarta Tidak Rugikan Pedagang Kecil

Anto menyatakan, omzet usahanya tersebut terbilang stabil selama ini. Saat ramai, pendapatan kotor bisa mencapai Rp500 ribu lebih per hari, tetapi pemasukan dikhawatirkan berkurang seiring penerapan KTR.

"Kalau sepi biasanya 500 ribu ke bawah. Itu pun masih harus dipotong modal," tuturnya.

Atas kebijakan tersebut, ia berharap, dapat dipertimbangkan terlebih dahulu, terkhusus para pelaku usaha warteg.

"Jadi ya kami harap kebijakan ini bisa dipertimbangkan, jangan sampai malah memberatkan penjual warteg kecil kayak kami," tuturnya.

Baca Juga: Penjaga Akui Dihipnotis, 96 Bungkus Rokok di Warung Depok Raib

Sementara itu, Retiana, 57 tahun, pemilik Warteg Revi di kawasan Pasar Baru, Tanah Abang, Jakarta Pusat, mendukung wacana penerapan KTR. Keberadaan perokok di dalam warteg sering kali mengganggu pelanggan lain.


Berita Terkait


News Update