Kedua, tidak mempertontonkan “flexing” – pamer kemewahan di tengah penderitaan rakyat.Tidaklah pantas sebagai elite politik dan pejabat publik piknik dan shopping ke luar negeri, di tengah masyarakat masih bekerja keras memenuhi kebutuhan dasarnya.
Ketiga, mengedepankan pola hidup sederhana,sekalipun sangat berkemampuan untuk hidup bermewah ria.
Dalam pepatah Jawa disebutkan ‘urip sak madya”– hidup sewajarnya - seadanya – secukupnya – sepantasnya.
Hidup sak madyo tak hanya menyangkut soal etika dalam hidup bermasyarakat, tetapi diyakini dapat mendorong terwujudnya kemakmuran dan keadilan sosial.
Begitu pentingnya perilaku sederhana dalam kehidupan sehari – hari, maka para pendiri negeri ini menyarikannya ke dalam falsafah bangsa kita, Pancasila, agar menjadi tuntunan sepanjang masa.
Anjuran agar tidak boros dan tidak bergaya hidup mewah seperti dirumuskan dalam butir- butir sila kelima Pancasila, merupakan cerminan dari urip sak madyo sebagaimana kehendak para founding fathers kita.
Baca Juga: Kopi Pagi: Erosi Legitimasi
Ini kian dibutuhkan, lebih – lebih, di tengah tuntutan rakyat yang kian meningkat.
Keempat, memperbaiki komunikasi publik. Fakta tak dapat dipungkiri, kini semakin mudah mengakses informasi dari mana pun datangnya, tak hanya segala penjuru negeri kita, juga dunia. Dampaknya, kian mudah menyampaikan pendapat kepada publik, kapan saja dan di mana saja, juga kepada siapa saja.
Menyampaikan pendapat, komen adalah hak setiap warga negara, tetapi bukan lantas tanpa batas. Ada ajaran etik dan moral bagaimana membangun komunikasi yang baik, serasi dan selaras dalam kehidupan bermasyarakat. Lebih luas lagi, berbangsa dan bernegara.
Tidak asal ngomong, apalagi sampai menghina dan merendahkan pihak lain. Dalam filosofi Jawa disebut “ ojo waton ngomong” – jangan asal bicara.
Jika dia seorang wakil rakyat, pasti akan menyuarakan kepentingan rakyat, demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Bukan mengemas seolah kepentingan rakyat, tetapi untuk memenuhi kehendak pejabat, lebih – lebih keuntungan kerabat, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.