Menyebut nama Hatta Rajasa, pikiran kita seperti diajak menelusuri benang merah sejarah. Ada gema nama Bung Hatta, proklamator yang mewariskan nilai kesederhanaan dan prinsip demokrasi ekonomi Pancasila. Ada pula bayangan jauh ke belakang, Kertarajasa Jayawardhana atau Raden Wijaya, pendiri Majapahit, yang mengawali persatuan Nusantara.
Meski berbeda zaman, ketiganya memiliki kesamaan: lahir di masa transisi besar, membawa visi persatuan, dan meninggalkan warisan pemikiran bagi bangsa.
Bung Hatta mengajarkan bahwa kemerdekaan tak berarti bila rakyat tak sejahtera. Raden Wijaya menunjukkan bahwa diplomasi dan kecerdikan mampu melahirkan kerajaan besar. Sedangkan Hatta Rajasa, dengan perannya dalam pemerintahan, menegaskan kesinambungan tradisi kepemimpinan yang selalu berhadapan dengan tantangan zaman. Tiga nama, tiga jejak, satu semangat: membangun negeri dengan cinta dan pengabdian.
Maka, Istana Cipanas bukan hanya menjadi tempat peristirahatan presiden. Bukan pula pernah dijadikan ruang sidang mengambil keputusan maha penting bagi keberlangsungan bangsa kita, melainkan juga simbol persinggungan antara alam, sejarah, dan manusia.
Baca Juga: Kopi Pagi: Keberagaman Antar Kesejahteraan
Di sana kita belajar bahwa keindahan alam bisa menjadi ruang kontemplasi, kesakralan peristiwa bisa menjadi pengingat, dan nama-nama besar bisa menjadi inspirasi.
Di pagi yang sejuk ini, sambil menyeruput kopi hangat, marilah kita resapi pesan Istana Cipanas: menjaga cinta kepada alam, menyatukan diri dengan sejarah, dan meneruskan api perjuangan para pendahulu.
Karena pada akhirnya, negeri ini akan tetap lestari dan jaya abadi, bila kita mampu memelihara cinta—kepada jagat, kepada sesama, dan kepada diri sendiri. (Azisoko)