POSKOTA.CO.ID - Bulan September sering dianggap sebagai bulan “keramat” oleh para investor global. Bukan karena mitos, melainkan karena data historis yang menunjukkan pasar saham hingga cryptocurrency kerap mengalami tekanan.
Fenomena musiman ini dikenal luas dengan sebutan September Effect.
Apa Itu September Effect?
Fenomena September Effect pertama kali tercatat sejak awal abad ke-20 di bursa saham Amerika Serikat. Indeks saham utama seperti S&P 500 dan Dow Jones Industrial Average (DJIA) sering kali mencatatkan kinerja terburuk pada bulan September dibandingkan bulan lainnya.
Beberapa peristiwa besar, termasuk krisis pasar saham tahun 1929 dan krisis finansial 2008 juga terjadi pada bulan September.
Baca Juga: Harga Bitcoin Bisa Anjlok hingga 80 persen Saat Crypto Winter? Kenali Fenomena dan Cara Bertahan
Inilah yang membuat banyak investor meyakini bahwa September identik dengan tren negatif.
Bukan hanya saham, pasar crypto juga menunjukkan jejak serupa. Bitcoin yang terkenal dengan volatilitas tinggi, rata-rata mencatat return negatif pada bulan September sejak 2013.
Meski begitu dalam dua tahun terakhir, baik Bitcoin maupun Ethereum justru berhasil membukukan return positif.
Namun, secara historis bulan September masih menjadi bulan dengan performa terburuk bagi Bitcoin.
Baca Juga: Aplikasi Crypto Terbaik untuk Pemula, Cek Daftar Terbarunya
OJK Ingatkan Investor Waspada
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK), Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto (IAKD) OJK, Hasan Fawzi meminta para investor tetap waspada dan berinvestasi secara rasional saat September Effect.