POSKOTA.CO.ID - Setiap tanggal 1 September, bangsa Indonesia memperingati Hari Polisi Wanita (Polwan), sebuah momentum yang bukan hanya sekadar ritual seremonial, melainkan juga sarana refleksi. Tahun 2025 menandai HUT Polwan ke-77 dengan tema besar “Polri untuk Masyarakat”.
Tema ini memiliki makna mendalam: meneguhkan kembali komitmen Polwan untuk hadir bersama rakyat, mengabdi dengan hati, dan memperkuat jati diri sebagai pelindung, pengayom, sekaligus pelayan masyarakat.
Dalam era modern yang penuh tantangan, kehadiran Polwan tidak hanya sekadar simbol representasi perempuan di tubuh Polri. Lebih dari itu, Polwan telah menjadi garda depan yang mampu menjembatani kepolisian dengan masyarakat, menghadirkan wajah humanis dari sebuah institusi yang kerap dipersepsikan keras.
Baca Juga: 4 Orang Provokator Penyerangan Mako Satlat Brimob Cikeas Bogor Ditangkap
Sejarah Singkat Lahirnya Polisi Wanita di Indonesia
Sejarah Polwan Indonesia dimulai pada 1 September 1948 di Bukittinggi, Sumatera Barat. Kala itu, Polri menghadapi kesulitan dalam memeriksa korban, saksi, maupun tersangka perempuan, khususnya saat pemeriksaan fisik.
Beberapa fakta sejarah penting:
- Keterbatasan SDM: Awalnya, kepolisian sering meminta bantuan istri polisi atau pegawai perempuan sipil untuk menangani pemeriksaan korban dan saksi perempuan.
- Inisiatif Perempuan Lokal: Organisasi perempuan dan organisasi perempuan Islam di Bukittinggi mengusulkan agar perempuan dilibatkan dalam pendidikan kepolisian.
- Respon Pemerintah: Usulan diterima oleh Cabang Djawatan Kepolisian Negara di Bukittinggi.
- Enam Siswa Pertama: Rekrutmen resmi pertama melibatkan enam perempuan, yaitu: Mariana Saanin, Nelly Pauna, Rosmalina Loekman, Dahniar, Sukotjo, Djasmaninar, dan Rosnalia Taher.
Mereka kemudian menjadi Polwan pertama dalam sejarah Indonesia, sekaligus pelopor yang membuka jalan bagi ribuan Polwan generasi berikutnya. Sejak itulah, 1 September ditetapkan sebagai Hari Polisi Wanita.
Tema HUT Polwan ke-77: Polri untuk Masyarakat
Tema tahun ini, Polri untuk Masyarakat, mengandung pesan bahwa Polwan hadir bukan hanya dalam struktur formal kepolisian, melainkan juga dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Ada tiga pesan utama dari tema ini:
- Kedekatan dengan Warga: Polwan diharapkan menjadi penghubung humanis antara polisi dan masyarakat.
- Pengabdian tanpa Batas: Pengabdian bukan sekadar menjalankan tugas formal, tetapi juga mengutamakan rasa empati dan kepedulian.
- Transformasi dan Inovasi: Polwan harus siap menghadapi tantangan era digital, cyber crime, dan perubahan sosial yang begitu cepat.
Polwan dan Dimensi Kemanusiaan
Seorang Polwan bukan hanya aparat hukum, melainkan juga seorang perempuan yang memiliki kepekaan lebih terhadap isu sosial, anak, dan perempuan. Kehadiran Polwan dalam berbagai unit kepolisian—mulai dari lalu lintas, reserse, hingga satuan khusus menunjukkan fleksibilitas dan pentingnya peran mereka.
Dalam banyak kasus, Polwan menjadi pihak yang mampu menghadirkan rasa aman, terutama bagi korban perempuan dan anak-anak. Perspektif empati ini menjadikan Polwan sebagai simbol keseimbangan dalam penegakan hukum.