POSKOTA.CO.ID - Belakangan ini, suara publik terkait transparansi dan akuntabilitas kinerja wakil rakyat semakin nyaring terdengar.
Salah satu isu yang menempati posisi utama adalah besarnya tunjangan dan fasilitas anggota DPR RI. Kritik muncul bukan semata soal nominal, melainkan tentang relevansi dan kepatutan fasilitas tersebut di tengah kondisi ekonomi yang menuntut efisiensi.
Masyarakat menilai, wakil rakyat sebagai representasi aspirasi seharusnya menjadi contoh dalam pengelolaan keuangan negara. Wacana tentang efisiensi anggaran, penghapusan tunjangan berlebihan, hingga penyesuaian fasilitas bukan sekadar kritik, tetapi refleksi kebutuhan agar keadilan fiskal benar-benar dirasakan rakyat.
Baca Juga: Jakarta Terapkan Ganjil Genap 1 September 2025, Polisi Perketat Pengawasan Pasca Demo
Gelombang Kritik dan Tuntutan Efisiensi
Gelombang kritik masyarakat tidak bisa dilepaskan dari realitas sosial ekonomi. Di tengah inflasi, harga kebutuhan pokok yang melonjak, dan keterbatasan anggaran pemerintah untuk program subsidi, muncul pertanyaan mendasar: apakah tunjangan DPR masih relevan?
Publik menilai, wakil rakyat harus menunjukkan empati sosial dengan mengurangi fasilitas yang tidak mendesak. Dalam kacamata masyarakat, hal ini bukan hanya simbol penghematan, tetapi juga bukti keberpihakan pada rakyat kecil.
Respons DPR: Kesepakatan Fraksi untuk Evaluasi
Menariknya, pada awal September 2025, seluruh fraksi di DPR RI menyatakan komitmen untuk mendukung evaluasi tunjangan. Langkah ini disampaikan melalui akun resmi DPR di Instagram, dan menjadi momentum penting untuk meredam kritik publik.
Beberapa poin penting dari pernyataan fraksi antara lain:
- Fraksi PDIP: Menuntut penghentian tunjangan perumahan dan fasilitas berlebihan.
- Fraksi Gerindra: Siap meninjau ulang bahkan menghentikan tunjangan yang mencederai kepercayaan rakyat.
- Fraksi Golkar: Mendorong kesesuaian fasilitas serta menekankan perilaku yang sesuai kepatutan.
- Fraksi NasDem: Mendukung evaluasi menyeluruh terhadap tunjangan DPR.
- Fraksi PKB: Menyuarakan evaluasi tunjangan sekaligus peningkatan kinerja dewan.
- Fraksi PKS: Mendukung penghapusan tunjangan rumah dinas, sejalan dengan efisiensi APBN.
- Fraksi PAN: Menekankan evaluasi sebagai bagian dari perbaikan berkelanjutan.
- Fraksi Demokrat: Menyatakan keterbukaan terhadap kritik, evaluasi, dan aspirasi rakyat.
Kesepakatan lintas fraksi ini tidak hanya bersifat simbolis, melainkan sinyal kuat bahwa DPR mulai merespons keresahan masyarakat secara kolektif.
Wacana ini lebih dari sekadar hitung-hitungan anggaran. Ada aspek psikologis yang jarang dibicarakan rasa keadilan.
Seorang guru honorer di daerah mungkin merasa getir ketika mengetahui tunjangan DPR jauh lebih besar dibandingkan insentif tenaga pendidik.